Senin 03 Sep 2018 15:59 WIB

Untuk Apa Kebijakan Zonasi Guru?

Apkasi meminta zonasi guru diikuti kebijakan redistribusi guru.

Guru mengajar (ilustrasi)
Foto:

Kendati demikian, Mirza meminta kebijakan ini harus diikuti dengan kebijakan redistribusi guru. Artinya, kata dia, guru-guru yang bagus harus disebar rata, demikian juga jumlahnya. Setelah redistribusi dan rotasi guru dilakukan, kekurangan guru akan terlihat setelah nanti pemetaan zona ini tuntas.

Dia mengklaim, selama ini di beberapa daerah distribusi guru sudah berjalan dengan cukup baik. Meskipun memang ada juga daerah-daerah yang masih mempolitisasi proses pendistribusian guru. “Kalau masalah distribusi guru dipolitisasi, mungkin ada satu atau dua daerah yang seperti itu,” ujar Mirza.

Menurut dia, selama ini pengawasan dari berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat dan aparat di daerah juga sudah cukup ketat. Sehingga, kepala daerah tidak bisa lagi seenaknya melakukan mutasi guru untuk kepentingan politik sesaat.

Apaksi berharap, pemetaan harus sudah selesai dalam waktu dekat. Kemudian, pemerintah bisa segera mengisi kekurangan guru di wilayah tersebut. “Karena, jika kekurangan guru tidak diisi maka sangat dimungkinkan terjadi pensiun massal di tahun 2019/2020,” ujar dia.

Mirza menambahkan, rotasi guru ini tidak mengganggu kesejahteraan atau mobilitas guru dari rumah ke sekolah karena hanya dilakukan di zona setempat dengan jarak maksimal 20 kilometer (km).

Mendikbud Muhadjir Effendy sebelumnya mewacanakan untuk menerapkan sistem zonasi untuk guru yang berstatus PNS. Kebijakan ini bersifat memaksa yang berarti harus diimplementasikan oleh seluruh daerah di Indonesia.

Sistem zonasi diklaim sebagai upaya untuk memeratakan guru di Indonesia. “Semua daerah harus melakukan aturan itu,” kata dia.

Bahkan, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengaku sedang menyiapkan sanksi bagi sekolah dan daerah yang tidak mematuhi kebijakan tersebut.

(ed: mas alamil huda)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement