Jumat 07 Sep 2018 13:54 WIB

AS Pakai Teknologi Mutakhir Kenali Korban 11 September

Lebih dari 1.000 orang korban serangan WTC belum terindentifikasi.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
DNA (ilustrasi)
Foto: alumni2003swp.blogspot.com
DNA (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Para ilmuwan New York mengatakan pada Kamis (6/9) bahwa analisis DNA terbaru telah membantu mengidentifikasi lebih banyak korban serangan di World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001 lalu.

Tragedi WTC menewaskan 2.753 orang. Namun masih ada lebih dari 1.000 orang yang belum teridentifikasi yang menimbulkan kesedihan bagi keluarga korban.

Dengan menggunakan teknologi terbaru, tim berhasil mengidentifikasi pekerja keuangan Scott Michael Johnson (26 tahun) yang bekerja di lantai 89 menara selatan WTC. Hal itu artinya satu korban baru berhasil diidentifikasi dalam  lima tahun terakhir berkat kemajuan yang berhasil diperoleh sejak  2001.

Para peneliti di lab tindakan kriminal terbesar di dunia itu membuat terobosan dengan menguji ulang potongan tulang yang sebelumnya telah mereka periksa berkali-kali  dan tanpa hasil. "Ini semua contoh yang kami coba di masa lalu," kata Mark Desire, pemimpin lab.

Dalam konfrensi pers ini, Desire dan tim ilmuwannya menunjukkan langkah-langkah uji coba DNA terbaru ini. Mereka menggunakan  potongan tulang manusia yang diambil dari serangan itu.

"Dikenal sebagai "Protokol World Trade Center," metode itu telah digunakan untuk membantu mengidentifikasi korban kecelakaan kereta dan pesawat dan serangan teroris di Argentina, Kanada, Afrika Selatan dan tempat lain," kata Desire.

Para ilmuwan menunjukkan bagaimana mereka membersihkan tulang, menghancurkannya menjadi bubuk, menambahkan bahan kimia, mengembangkan sampel, dan kemudian menempatkannya ke dalam mesin ekstraksi otomatis untuk menarik DNA yang dapat dipulihkan dari kerusakaan.

Semakin banyak tulang yang dihancurkan, semakin besar kemungkinan untuk mengekstrak DNA. Langkah terbaru adalah menempatkan tulang di sebuah ruangan yang mengandung nitrogen cair, yang membuat tulang lebih rapuh, dan mengguncangnya, hingga menjadi bubuk.

Desire memuji kepala pemeriksa medis yang memutuskan pada 2001 untuk mengawetkan sisa-sisa bagian tubuh manusia dalam mengantisipasi kemajuan  teknologi identifikasi DNA di masa depan. Keputusan itu memungkinkan para ilmuwan  untuk mengidentifikasi korban dalam beberapa tahun kemudian yang menciptakan kedamaian bagi keluarga korban.

"Jika kami tidak mengambil langkah mundur pada 2001, sisa-sisa jasad itu akan terus rusak dan terurai dan identifikasi DNA yang kami buat tahun ini mungkin tidak akan terjadi," kata Desire.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement