REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kasus kematian jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi terus menghadirkan cerita baru. Versi baru dari peristiwa ini- yang dijelaskan kepada The Associated Press oleh dua pejabat Saudi - datang tiga pekan setelah kerajaan mengatakan Khashoggi telah meninggalkan konsulat. Saudi juga pernah menyebut klaim Turki atas pembunuhan Khashoggi tidak berdasar.
Dilansir Hurriyet Daily, Rabu (24/10), para pejabat Saudi mengatakan kepada AP bahwa mereka mengirim tim ke Turki yang termasuk seorang ahli forensik dan seorang anggota yang bertugas mengenakan pakaian Khashoggi dan berpura-pura menjadi dirinya. Kendati demikian pihak kerajaan masih bersikeras bahwa kematian Khashoggi akibat perkelahian.
Laporan yang diterbitkan oleh Saudi berusaha menjauhkan Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) dari insiden pembunuhan tersebut, meskipun pejabat yang terkait dengan penguasa berusia 33 tahun itu telah terlibat. Namun, fakta bahwa Saudi mengakui beberapa aspek dari identitas yang diberikan oleh otoritas Turki menunjukkan bahwa kerajaan sedang merasakan tekanan global yang kuat.
Hal itu termasuk dari Presiden Donald Trump dan anggota Kongres, beberapa di antaranya telah menyerukan untuk membatalkan penjualan senjata dan menjatuhkan sanksi. Para pejabat berbicara dengan syarat anonim.
Tidak ada cara untuk menguatkan laporan Saudi, yang menggambarkan para tersangka sebagai "pihak nakal". Banyak pengamat percaya skema rumit yang menyebabkan kematian Khashoggi tidak mungkin terjadi tanpa sepengetahuan MBS, yang mengontrol kerajaan dengan restu ayahnya, Raja Salman.
"Itu kemungkinan akan mendapat persetujuan pemerintah Saudi," kata Robert Jordan, mantan duta besar AS untuk Arab Saudi selama pemerintahan Presiden George W Bush.
Media pro-pemerintah Turki telah melaporkan bahwa pasukan Arab Saudi yang berjumlah 15 orang melakukan perjalanan ke Turki untuk membunuh Khashoggi. Tim meninggalkan negara itu beberapa jam kemudian dengan jet pribadi.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan pada Selasa (23/10) meminta 18 tersangka yang ditahan di Arab Saudi untuk diadili di pengadilan Turki. Ia juga menolak pernyataan yang menyebut orang-orang itu bertindak sendiri. "Menyalahkan insiden semacam itu pada segelintir anggota keamanan dan intelijen tidak akan memuaskan kami atau masyarakat internasional," kata Erdogan.
Para pejabat Saudi yang berbicara kepada AP mengakui bahwa kerajaan mengirim tim ke Turki. Tetapi mereka mengatakan orang-orang itu bertindak atas perintah yang dikeluarkan oleh pendahulu Raja Salman, Raja Abdullah, yang meminta agar para pembangkang Saudi di luar negeri kembali ke kerajaan.
Mereka mengakui rencana tersebut untuk mengeluarkan Khashoggi dari konsulat dan mengintrogasinya di sebuah tempat yang disebut 'safe house'.
Saat ditanya mengapa tim tersebut mencakup ahli forensik dan tokoh yang menyamar menjadi Khashoggi, para pejabat Saudi mengatakan bahwa itu untuk opsi safe house. Rencananya adalah ahli forensik akan menghapus bukti bahwa Khashoggi telah berada di konsulat dan tokoh yang menyamar menjadi Khashoggi meninggalkan fasilitas untuk memberikan kesan bahwa Khashoggi telah meninggalkan gedung itu.
Sebaliknya, kata kedua pejabat itu, operasi berubah menjadi kekerasan. Mereka mengatakan tim itu termasuk mantan kolega Khashoggi yang menyarankan dia untuk kembali ke kerajaan. Ketika negosiasi gagal, Khashoggi, bertanya apakah dia akan diculik. Khashoggi rencananya akan dibawa ke safe house, namun dia mulai berteriak meminta tolong. Saat itulah orang yang tidak dikenal dalam tim mencekik Khashoggi yang dimaksudkan untuk menahannya. Tetapi justru itu membunuh Khashoggi.
Para pejabat mengatakan sembilan anggota dari 15 tim yang berada di dalam konsulat lalu panik dan membuat rencana dengan bantuan warga Turki untuk menghilangkan jasad. Seorang pejabat mengatakan mayat itu digulung dalam semacam bahan yang diambil dari konsulat oleh warga lokal itu. Pejabat tidak dapat menjelaskan klaim Turki bahwa tubuh Khashoggi dimutilasi dengan gergaji tulang di dalam gedung.
Para pejabat Saudi mengatakan tanggapan awal mereka terhadap penghilangan Khashoggi didasarkan pada laporan palsu yang diajukan oleh tim yang dikirim ke Istanbul. Tim itu menyatakan bahwa Khashoggi telah meninggalkan konsulat setelah menolak untuk kembali ke kerajaan.
Setelah Turki membeberkan bukti bahwa Khashoggi tidak meninggalkan konsulat, para pejabat Saudi hampir semuanya diam terhadap masalah itu. Akhirnya akhir pekan lalu Arab Saudi mengakui bahwa Khashoggi terbunuh di konsulat dan menyebut Khashoggi tewas akibat perkelahian.
Pada 21 Oktober, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir mengatakan pada Fox News bahwa pembunuhan Khashoggi adalah "operasi jahat"
"Orang-orang yang melakukan ini di luar lingkup otoritas mereka. Jelas ada kesalahan besar yang dibuat dan apa yang menambah kesalahan adalah upaya untuk mencoba menutup-nutupi. Itu tidak dapat diterima oleh pemerintah," kata al-Jubeir.
Baca: Siapa Saja Terduga Pembunuh Khashoggi? Ini Profil Mereka