Jumat 30 Nov 2018 03:45 WIB

HRW: Arab Saudi Penjarakan Lusinan Aktivis Perempuan

Kebanyakan aktivis yang ditangkap terkait hak mengendarai dan sistem perwalian

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Perempuan Arab Saudi mengenakan abaya
Foto: AP Photo/Nariman El-Mofty
Seorang perempuan Saudi menunjukkan kartu izin mengemudi di Saudi Driving School, Princess Nora University, Arab Saudi, Sabtu (23/6). Perempuan Saudi kini bisa mengemudi.

3. Eman Alnafjan

Alnafjan adalah seorang blogger dan aktivis Arab Saudi berusia 39 tahun. Ia ditangkap pada Mei 2018 bersama dengan Loujain Alhathloul dan lima pendukung perempuan lainnya di tengah kampanye pemerintah. Otoritas Arab Saudi menuduh para aktivis memiliki hubungan mencurigakan dengan pihak asing. 

Seorang peneliti di HRW, Rothna Begum mengatakan pemerintah berusaha membungkam para kritikus, terutama mereka yang memperjuangkan reformasi hak-hak perempuan. "Meskipun tidak jelas mengapa mereka ditangkap, hari ini kami telah melihat laporan pers Saudi yang menunjukkan bahwa para wanita ini adalah pengkhianat dan telah ditangkap karena mereka merusak persatuan nasional negara itu," kata Begum.

Ibu tiga anak ini memperoleh gelar sarjana dari Universitas Birmingham dan bekerja sebagai guru sekolah dan kemudian sebagai asisten universitas. Alnafjan kemudian meraih gelar masternya dari universitas yang sama dalam mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

4. Hatoon Alfassi

Alfassi adalah seorang aktivis dan penulis hak-hak perempuan yang ditangkap oleh otoritas Arab Saudi pada 24 Juni. Sebelum penangkapannya, ia sempat dilarang bepergian sejak 19 Juni. 

Ia dianggap sebagai tokoh utama dalam gerakan hak-hak perempuan di wilayah tersebut. Salah satu yang ia perjuangkan adalah hak mereka untuk berpartisipasi dalam pemilihan kota. 

Alfassi adalah profesor sejarah perempuan di King Saud University (KSU) dan pada 2000 meraih gelar PhD dalam sejarah perempuan dari Universtias Manchester. Sebagai seorang profesor, pekerjaannya berfokus pada sejarah dan politik perempuan. 

Pada 2011, ia bergabung dengan kampanye yang disebut 'Baladi'. Kampanye tersebut menyerukan partisipasi perempuan dalam pemilihan kota. Kampanye tersebut juga merencanakan adanya sesi pelatihan untuk mendidik peserta tentang teknik kampanye dan membantu mereka membuat agenda. Namun, pada 2015 upaya tersebut juga diblokir pada saat pemilihan kota. 

"Kementerian telah menghentikan kami dari mengadakan lokakarya ini karena mereka ingin program pemilu menjadi lebih bersatu dan terpusat," kata Alfassi pada saat itu, menurut Saudi Gazette.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement