REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Kongres yang digelar pemimpin oposisi Juan Guaido menyatakan keadaan darurat atas pemadaman listrik selama lima hari, Senin (11/3). Keadaan itu telah membuat jutaan warga negara berjuang mencari makanan dan air.
"Tidak ada yang normal di Venezuela, dan kami tidak akan membiarkan tragedi ini dianggap normal, itulah sebabnya kami membutuhkan dekrit keadaan darurat ini," kata Guaido.
Sebagian besar Venezuela tetap tanpa listrik pada Senin meski sebagian besar tempat dan Caracas telah teraliri listrik setelah padam pada Kamis pekan lalu. Sementara, Presiden Nicolas Maduro menyebut pemadaman sebagai tindakan sabotase yang didukung oleh Amerika Serikat.
Pemadaman itu menambah masalah di negara yang sudah mengalami hiperinflasi dan krisis politik. Krisis politik di negara itu memanas setelah Guaido mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara dan menyatakan pemilu 2018 yang memenangkan Maduro penuh kecurangan.
Guaido telah diakui sebagai pemimpin sah Venezuela oleh Amerika Serikat dan sebagian besar negara-negara Barat. Namun, Maduro tetap memegang kendali atas angkatan bersenjata dan lembaga-lembaga negara serta mendapatkan dukungan dari Rusia dan Cina.
Kegiatan sekolah dan pekerjaan ditunda pada Senin. Dalam siaran sore di televisi, Menteri Informasi Negara Jorge Rodriguez mengatakan, libur akan diperpanjang selama 24 jam.
Sumber-sumber industri minyak menyatakan, ekspor dari pelabuhan utama Jose telah terhenti karena kekurangan daya listrik. Kondisi itu memangkas sumber pendapatan utama negara.
Pemadaman telah menyebabkan makanan membusuk di lemari es dan rumah sakit berjuang untuk menjaga peralatan tetap beroperasi. Orang-orang berkerumun di jalan-jalan Caracas untuk mencari sinyal telepon agar dapat menjangkau kerabat di luar negeri.
Jaringan listrik Venezuela tidak dalam kondisi baik karena kurangnya investasi selama bertahun-tahun. Pembatasan impor telah memengaruhi penyediaan suku cadang, sementara itu banyak tenaga teknis yang terampil telah meninggalkan Venezuela.