Kamis 02 May 2019 16:04 WIB

Tiga Anak dari Guatemala Meninggal di Tahanan Imigran AS

Anak dari Guatemala ditahan karena masuk AS secara ilegal.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Anak-anak imigran bermain di luar kantor job Corps yang kini menjadi kediaman mereka, Senin (18/6), di Homestead Florida. Tidak diketahui apakah anak-anak yang melintas perbatasan tidak ditemani dewasa atau dipisahkan dari anggota keluarganya.
Foto: AP
Anak-anak imigran bermain di luar kantor job Corps yang kini menjadi kediaman mereka, Senin (18/6), di Homestead Florida. Tidak diketahui apakah anak-anak yang melintas perbatasan tidak ditemani dewasa atau dipisahkan dari anggota keluarganya.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Sebanyak tiga anak dari Guatemala dilaporkan meninggal saat berada di tahanan federal di Amerika Serikat (AS) dalam lima bulan terakhir. Satu kasus terbaru adalah seorang anak laki-laki berusia 16 tahun yang berusaha menuju Negeri Paman Sam namun ditahan karena masuk secara ilegal. 

Anak laki-laki itu dilaporkan sakit saat ditahan di tempat penampungan tahanan pengungsi. Ia sempat dibawa ke rumah sakit anak di Texas selama beberapa hari, namun tak bisa diselamatkan hingga menghembuskan napas terakhir pada Selasa (30/4). 

Baca Juga

Kematian terbaru anak laki-laki dari Guatemala tersebut semakin menyoroti perjalanan berbahaya yang dilakukan oleh anak-anak lainnya selama ini dari banyak negara Amerika Tengah. Banyak yang berusaha untuk memasuki AS secara ilegal dengan tujuan mencari kehidupan lebih baik karena konflik dan berbagai masalah di tempat asal mereka. 

Namun, tahanan yang menanti anak-anak migran itu setelahnya menimbulkan masalah baru. Mereka kemudian mengalami sakit dan tak dapat tertolong. 

Sebelumnya, dua anak Guatemala yang dilaporkan meninggal dalam tahanan AS pada Desember 2018 adalah Jakelin Caal Maquin dan Felipe Gómez Alonzo. Keduanya meninggal beberapa hari setelah mereka dibawa ke tahanan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) bersama dengan kedua orang tua mereka. 

Jakelin dilaporkan mengalami sakit setelah menempuh perjalanan dengan bus dari perbatasan AS. Pada laporan awal, pihak berwenang mengatakan bahwa anak laki-laki berusia 7 tahun itu tak mengalami masalah kesehatan. Namun, menurut pengacara, ia bersama dengan keluarganya sudah berusaha mencari bantuan dari agen Patroli Perbatasan karena Jakelin sakit dan mengalami muntah-muntah, serta demam. 

Kemudian Felipe juga meninggal di rumah sakit setelah ditahan. Selama ini belum pernah ada anak-anak yang tewas dalam tahanan pengungsi dalam lebih satu dekade.

Tidak seperti Jakelin dan Felipe, anak laki-laki 16 tahun dari Guatemala yang kali ini meninggal diketahui bepergian sendiri. Belum ada laporan lebih lanjut mengenai sakit yang dialaminya, serta identitas lengkap dirinya. 

Meski belum jelas mengenai kematianya, namun dalam sebuah autopsi, ia dan anak-anak dari Guatemela lainnya disebut meninggal karena infeksi yang berkembang menjadi sepsis. Seperti Jakelin yang meninggal karena infeksi bakteri dan dikenal sebagai sepsis streptokokus. Dalam sebuah laporan, dikatakan bahwa bakteri streptococcus ditemukan di paru-paru gadis itu, kelenjar adrenal, hati, dan limpa.

Infeksi itu dengan cepat berkembang dan menyebabkan disfungsi banyak organ dalam tubuh, berujung dengan kematian. Kemudian Felipe dilaporkan meninggal karena influenza B yang ditambah dengan infeksi bakteri staph, hingga menyebabkan sepsis. 

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS mengatakan sepsis dapat dipicu oleh semua jenis infeksi, bahkan infeksi kecil, dan terjadi ketika kuman memasuki tubuh seseorang dan berkembang biak, menyebabkan penyakit dan kerusakan organ dan jaringan. Tak ada tanda tunggal dari gejala sepsis, namun yang ada adalah kombinasi gejala. 

Karena sepsis adalah akibat dari infeksi, gejalanya dapat berupa tanda-tanda infeksi - seperti diare, muntah, sakit tenggorokan, dan lainnya. Ada kemungkinan, mereka yang terkenan sepsis memikiki gejala seperti menggigil dan demam, rasa sakit yang hebat, kulit pucat atau berubah warna, kantuk dan kebingungan, serta sesak napas.

Dengan adanya kematian terhadap anak-anak migran ini, Kongres AS dan Otoritas Imigrasi mendorong dilakukannya peningkatan pemeriksaan medis untuk anak-anak yang ditahan. Kantor Keamanan Dalam negeri AS bersama dengan kantor tahanan pengungsi kemudian mengumumkan serangakaian prosedur baru, termasuk pemeriksaan medis sekunder pada semua anak dengan fokus pada anak di bawah 10 tahun. 

CBP juga mulai meninjau kembali kebijakannya, Korps Medis Penjaga Pantai AS diminta untuk menilai program medis CBP dan merekomendasikan peningkatan sementara Departemen Pertahanan diminta untuk memberikan tambahan profesional medis dengan fokus pada perawatan dan hak asuh anak di bawah 10 tahun, baik saat asupan maupun setelah 24 jam dalam tahanan, kata badan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement