REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido menegaskan hanya menginginkan pengunduran diri Presiden Nicolas Maduro dari jabatannya. Pernyataan ini ia sampaikan melalui sebuah cicitan di jejaring sosial Twitter, Sabtu (25/5).
“Kami mengejar semua opsi dengan tanggung jawab. Rute kami sangat jelas, yaitu akhir dari kekuasaan, pembentukan pemerintahan sementara, dan pemilihan umum yang bebas,” ujar Guaido melalui Twitter, dilansir Sputnik, Ahad (26/5).
Ia mengatakan akan mengejar seluruh keinginan itu dan oposisi berkomitmen untuk melaksanakan perubahan di Venezuela. Dalam sebuah pidato di hadapan pendukungnya, Guaido mengatakan ia akan menolak ‘pembicaraan yang tak sesuai’ dan berjanji untuk terus mengejar penggulingan Maduro dengan segala cara.
Ucapan Guaido juga datang di tengah-tengah adanya proses rekonsiliasi antara oposisi dan Pemerintah Venezuela yang diselenggarakan di Ibu Kota Oslo, Norwegia. Negosiasi yang telah dilakukan antara kedua belah pihak akan dilanjutkan pada pekan mendatang.
“Kami mengumumkan perwakilan tokoh politik utama Venezuela telah memutuskan untuk kembali ke Oslo pekan depan guna melanjutkan pembicaraan yang difasilitasi oleh Norwegia,” ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Norwegia, hanya beberapa jam sebelum pernyataan Guaido.
Maduro telah berterima kasih kepada Pemerintah Norwegia dalam upaya memfasilitasi negosiasi. Ia mengatakan delegasi Pemerintah Venezuela akan pergi ke Oslo untuk mengikuti pembicaraan rekonsiliasi, guna mencapai sebuah kesepakatan besar.
“Delegasi kami akan melakukan perjalanan ke Oslo dengan kemauan untuk bekerja pada agenda komprehensif yang disepakati dan untuk memajukan penciptaan perjanjian besar," jelas Maduro.
Guaido yang tak menanggapi pengumuman Norwegia secara langsung mengatakan bahwa oposisi akan menggunakan seluruh strategi untuk mencapai tujuan mereka. Ia meyakini apa yang diinginkan untuk melawan Pemerintah Venezuela dapat tercapai.
"Kami akan bersikeras, karena hari ini dengan menggabungkan semua strategi kami, menggunakan semua alat yang kami miliki, kami akan sampai ke langkah terakhir itu,” kata Guaido.
Beberapa waktu lalu, Guaido telah membuat pendukung oposisi melakukan aksi protes terbaru di jalan-jalan di banyak wilayah Venezuela, khususnya Ibu Kota Caracas. Tak hanya itu, ia juga kembali melakukan pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS) dalam upaya menggulingkan Maduro.
Utusan oposisi Venezuela di AS, Carlos Vecchio baru-baru ini mengadakan pertemuan dengan Departemen Luar Negeri AS dan pejabat Pentagon. Vecchio dikatakan mengirim surat ke Pentagon untuk meminta adanya perencanaan strategis dan operasional dalam menghadapi rezim Maduro. Namun, Guaido belum secara terbuka menyambut adanya invasi AS ke Venezuela.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan perundingan di Oslo seharusnya berfokus pada pengunduran diri Maduro. Dengan demikian, mereka meyakini kemajuan dalam proses rekonsiliasi itu dapat tercapai.
"Jika mereka melakukannya, kami berharap kemajuan akan mungkin terjadi," kata pernyataan itu.
Venezuela telah dilanda krisis dan kekacauan,seiring kondisi ekonomi di negara itu yang saat ini dilanda hiperinflasi. Pemerintahan Maduro dianggap telah menciptakan situasi yang semakin buruk dengan kebijakan sosialis yang ia terapkan, serta pendahulunya mantan presiden Hugo Chavez.
Gelombang protes untuk menuntut kepemimpinannya telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi semakin memburuk pada awal tahun ini, ketika Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela.
Setidaknya 50 negara, termasuk AS telah mengakui Guaido sebagai pemimpin Venezuela. Namun, Rusia dan beberapa negara lainnya telah menolak klaim tersebut dan mengatakan Maduro, serta pendahulunya Chavez sebagai pemimpin negara yang sah.
Dalam sebuah langkah untuk menggulingkan Maduro, oposisi pernah melakukan upaya kudeta pada 30 April lalu. Dalam sebuah rekaman video yang diunggah melalui Twitter, Guaido terlihat berpidato di pangkalan militer La Carlota di Caracas. Ia menyerukan kepada semua elemen, secara khusus angkata bersenjata Venezuela untuk mendukung dilakukannya perebutan kekuasaan dengan upaya kudeta pada 1 Mei.
Namun, militer tidak bergabung dengan pemberontakan tersebut. Pihak berwenang Venezuela kemudian mengatakan upaya kudeta telah digagalkan. Berdasarkan laporan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, rencana kudeta yang berujung dengan bentrokan telah menyebabkan setidaknya 240 orang terluka.