REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Sejumlah bank yang terletak di jantung bisnis Hong Kong kembali dibuka, Jumat (14/6), setelah tutup selama aksi protes berlangsung. HSBC dan Standard Chartered membuka kembali kantor cabang yang sebelumnya ditutup ketika aksi protes.
Bisnis dan transportasi mulai beroperasi secara normal. Polisi tampak berjaga ketat di pusat bisnis Hong Kong, dan beberapa demonstran masih tetap berada di dekat gedung badan legislatif. Bursa saham Hong Kong turun 1,5 persen pada Kamis, sebelum ditutup turun 0,1 persen dan memperpanjang kerugian dari hari sebelumnya.
Pada Kamis (13/6) lalu, Komisaris Polisi Hong Kong, Stephen Lo mengatakan, polisis telah menangkap 11 orang dan menembakkan sekitar 150 tabung gas air mata selama aksi protes berlangsung. Otoritas rumah sakit mengatakan, sebanyak 81 orang terluka dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Selain itu, polisi juga menangkap dua mahasiswa di Univesity of Hong Kong. Kedua mahasiswa itu ditangkap setelah polisi melakukan penggerebekan di asrama mahasiswa. Namun polisi tidak memberikan tanggapan tentang tuduhan yang dihadapi kedua mahasiswa tersebut.
Suasana aksi unjuk rasa pada Jumat ini mulai tenang, namun diperkirakan gelombang protes akan kembali dilanjutkan pada akhir pekan. Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam mengutuk keras aksi protes tersebut dan mendesak agar segera ada pemulihan ketertiban.
Lam mengatakan, pemerintahannya akan melanjutkan amandemen undang-undang ekstradisi. Perubahan ini mengizinkan pemerintah Hong Kong mengirim rakyat ke Cina daratan untuk diadili. Lam memastikan, amandemen tersebut akan memberikan perlindungan hak asasi manusia.
Pada pekan ini, media Cina menyebut bahwa sekutu asing telah ikut campur dalam aksi protes tersebut. Surat kabar Cina, Global Times mengecam para pemimpin asing karena tidak mengeluarkan pernyataan yang mengutuk kekerasan terhadap para demonstran.
"Ini adalah provokasi yang gamblang. Para senator AS ini membuat kami melihat pikiran gelap elit politik AS yang hanya ingin mengubah Hong Kong menjadi tempat yang kacau balau dengan menggembar-gemborkan politik jalanan yang penuh kekerasan yang tidak terkendali," kata editorial Global Times di situs web surat kabar itu.
Sebelumnya, bentrokan terjadi antara para pengunjuk rasa dan polisi di Hong Kong. Ratusan orang tetap melanjutkan protes terhadap rencana undang-undang ekstradisi dengan Cina daratan, sehari setelah polisi menembakkan gas air mata dan peluru-peluru karet untuk membubarkan kerumunan massa. Kelompok hak asasi manusia menilai tindakan polisi yang menembakkan peluru karet kepada para pengunjuk rasa terlalu berlebihan, dilansir dari Reuters.