Senin 01 Jul 2019 14:32 WIB

Kembali Berburu Paus, Jepang Tetapkan Kuota

Jepang mulai kembali berburu paus setelah 31 tahun.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Kapal untuk berburu paus meninggalkan pelabuhan di Kushiro, Hokkaido, utara Jepang, Senin (1/7). Jepang memulai kembali perburuan paus komersial setelah 31 tahun.
Foto: Masanori Takei/Kyodo News via AP
Kapal untuk berburu paus meninggalkan pelabuhan di Kushiro, Hokkaido, utara Jepang, Senin (1/7). Jepang memulai kembali perburuan paus komersial setelah 31 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, KUSHIRO --  Jepang melepas lima kapal untuk berlayar dalam perburuan paus komersial pertama kalinya setelah 31 tahun. Pelepasan kapal-kapal tersebut menandai keluarnya Jepang Komisi Penangkapan Ikan Paus Internasional (IWC) secara resmi.

Para awak kapal yang mengenakan rompi berwarna oranye tampak berdiri di geladak, ketika berlayar keluar dari Kushiro. Mereka akan bergabung dengan kapal lainnya dari pelabuhan Shimonoseki di wilayah selatan. Kapal-kapal tersebut akan menghabiskan musim panas untuk berburu paus. 

Baca Juga

Surat kabar Nikkei melaporkan, pada tahun ini, Jepang menetapkan kuota perburuan paus sebanyak 220 termasuk paus minke, paus sei, dan paus Bryde. Kuota perburuan paus yang ditetapkan oleh Badan Perikanan Jepang akan disesuaikan setiap tahunnya. Sebab, perburuan paus hanya terbatas pada zona ekonomi eksklusif (ZEE) Jepang. 

Penangkapan ikan paus komersial akan dilakukan oleh dua kelompok. Kapal induk Nisshin-maru dan dua kapal pendukung akan melakukan perjalanan sejauh 200 mil laut ZEE untuk menangkap ikan minke, Bryde dan paus sei. 

Sementara, lima kapal kecil lainnya akan berada lebih dekat ke pantai dan tetap berburu paus dan lumba-lumba Baird. Secara keseluruhan, mereka akan menangkap 52 minkes, 150 paus Bryde dan 25 sei hingga 31 Desember mendatang. Ikan paus yang ditangkap di perairan pantai diperkirakan akan dibawa kembali untuk konsumsi. Daging ikan paus yang ditangkap lebih jauh dari pantai akan dibekukan dan didistribusikan untuk konsumsi yang lebih luas.

Daging ikan paus adalah sumber protein yang terjangkau selama masa paceklik setelah Perang Dunia II, dengan konsumsi mencapai 223 ribu ton pada 1962. Tetapi konsumsi ikan paus dengan cepat digantikan oleh daging lainnya. Konsumsi daging paus turun menjadi 6.000 ton pada 1986, setahun sebelum moratorium perburuan paus komersial diberlakukan oleh IWC. Selain itu, konsumsi daging ikan paus juga menjadi tradisi dan budaya bagi masyarakat Jepang. 

"Jika kita memiliki lebih banyak ikan paus yang tersedia, kita akan memakannya lebih banyak. Itu adalah bagian dari budaya makanan Jepang. Dunia menentang pembunuhan paus, tetapi Anda dapat mengatakan hal yang sama tentang banyak hewan yang dibiakkan di darat dan dibunuh untuk dimakan," ujar seorang pengemudi taksi di Kushiro, Sachiko Sakai. 

Perburuan paus di Jepang hanya melibatkan beberapa ratus orang dan menyumbang kurang dari 0,1 persen dari total konsumsi daging pada tahun fiskal 2017. Pada puncaknya, Jepang pernah menangkap 1.200 paus tetapi secara drastis telah mengurangi tangkapannya dalam beberapa tahun terakhir setelah protes internasional meningkat dan konsumsi daging paus menurun. Saat ini, sekitar 4.000-5.000 ton daging paus dipasok ke Jepang setiap tahun, atau 30-40 gram daging ikan paus yang dikonsumsi per orang per tahun. 

Para pecinta lingkungan di dunia mengecam perburuan paus di Jepang mendesak para pemimpin global dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 tidak menutup mata terhadap perburuan ikan paus.

"Pemerintah Jepang dengan bangga memfasilitasi kerja sama internasional dengan menjadi tuan rumah pertemuan G-20, di sisi lain (Jepang) diam-diam melepaskan diri dari kewajiban untuk kolaborasi global tentang perlindungan dan pengelolaan paus dunia," ujar Presiden dari Humane Society International, Kitty Block, Jumat (28/6) lalu. 

"Jepang meninggalkan IWC dan menentang hukum internasional untuk mengejar ambisi perburuan paus komersialnya," kata Block menambahkan. 

Block menyerukan agar perburuan ikan paus dapat menjadi salah satu topik yang dibahas pada pertemuan KTT G-20 di Osaka. Para aktivis lingkungan telah mengirimkan surat kepada para pemimpin G-20 dan mendesak mereka untuk mendorong Jepang agar mengakhiri perburuan ikan paus komersial. 

Pejabat Badan Perikanan dan Ketua Negosiator di IWC, Hideki Moronuki mengatakan, perburuan paus komersial di Jepang tidak akan pernah membahayakan populasi paus tersebut. Moronuki mengatakan nasib perburuan paus komersil tergantung pada apakah daging paus diterima secara luas oleh konsumen. Dia berharap daging ikan paus akan dijual harga yang wajar sehingga mendapatkan popularitas dalam jangka panjang, dan bukan menjadi makanan mahal bagi pelanggan terbatas. Pemerintah biasanya menjual satu porsi daging ikan paus yang ditangkap dalam program ilmiah untuk program makan siang sekolah dengan harga diskon. 

"Masa depan perburuan paus komersil tergantung pada seberapa populernya daging paus. Daging ikan paus adalah makanan tradisional di Jepang dan saya ingin banyak orang mencoba dan mengembangkan rasa untuknya, terutama orang yang lebih muda," ujar Moronuki.

Sebuah survei pada 2017 oleh Japan Whaling Association menunjukkan sekitar 64 persen responden dari usia remaja hingga 50-an mengatakan, mereka pernah mengkonsumsi daging ikan paus. Tetapi, kebanyakan dari mereka mengatakan mereka hanya makan sekali selama lebih dari lima tahun.

Direktur Dana Internasional untuk Kesejahteraan Hewan Patrick Ramage mengatakan, membangun rantai permintaan terhadap daging ikan paus membutuhkan waktu panjang. Menurutnya, dibukanya kembali perburuan paus di Jepang merupakan solusi win-win untuk menghasilkan situasi yang lebih baik bagi ikan paus.

"Apa yang kita lihat adalah awal dari akhir perburuan paus Jepang. Ini adalah solusi win-win yang menghasilkan situasi yang lebih baik untuk paus, situasi yang lebih baik untuk Jepang, situasi yang lebih baik untuk upaya konservasi laut internasional," ujar Ramage. 

Perburuan paus kehilangan dukungan di negara-negara perburuan paus lainnya termasuk Norwegia dan Islandia, di mana perburuan paus mengurangi tangkapan dalam beberapa tahun terakhir di tengah kritik bahwa perburuan komersial buruk bagi citra dan pariwisata nasional mereka. Menurut IWC, Islandia hanya menangkap 17 paus, sementara Norwegia memburu 432 untuk musim 2017-2018, jauh di bawah kuota tangkapan masing-masing 378 dan 1.278. 

sumber : AP/ Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement