REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Tujuh anak dari satu keluarga di Afghanistan kini tidak memiliki kaki utuh. Ketujuh anak itu kehilangan anggota tubuhnya ketika sebuah roket yang mereka temukan meledak tahun lalu.
Sebanyak 10 anak dan cucu dari Hamish Gul menemukan roket yang tidak meledak ketika mereka berjalan ke sekolah. Kemudian, mereka mengambil karena ingin menunjukkan roket itu kepada saudara mereka yang paling tua. Namun, roket ternyata meledak saat diambil.
Korban ledakan roket, Shafiqullah menceritakan, hari ketika ledakan merupakan hari terburuknya dan keluarganya. "Saya melihat adik-adik saya berlumuran darah di tanah. Saya melihat keluarga saya hancur," kata dia seperti dikutip Aljazirah, Rabu (3/7).
Tiga anak, dan satu anak yang lebih tua meninggal imbas ledakan roket itu. Sementara yang lain terluka parah dan kaki mereka diamputasi.
In 2018, seven children from one Afghan family lost their limbs when a rocket they picked up exploded.
Now the family is struggling to provide care and education for them. pic.twitter.com/iqKNX6D5tA
— Al Jazeera English (@AJEnglish) July 3, 2019
"Saya kehilangan kaki saya, Abdul Rachid (adik saya) juga kehilangan dua kaki, dan kami semua kehilangan satu kaki," kata Shafiqullah.
Mereka kini belajar di rumah, meski terkadang, ketika ada ujian, mereka pergi ke sekolah. Hamish Gul mengatakan, anak-anaknya tidak bisa pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Ia tidak mampu menyewa kendaraan untuk mengantar anak-anak dan cucunya ke sekolah.
"Hati saya sangat sedih ketika saya melihat anak lain berjalan ke sekolah, sementara saya tidak bisa berjalan seperti mereka," ujar salah satu korban ledakan, Rabiah.
Menurut PBB, 2018 adalah tahun paling mematikan bagi warga sipil di Afghanistan sejak 2009. Sebanyak 1.415 warga sipil Afghanistan terbunuh dan terluka. Ranjau darat atau yang disebut sisa-sisa bahan peledak perang menyebabkan ledakan.
"Saya bahagia ketika saya punya kaki. Tapi, setelah hilang satu, tidak ada kebahagiaan lagi dalam hidup saya," kata Rabiah.