Rabu 03 Jul 2019 11:59 WIB

Derita Tujuh Bersaudara Afghanistan Kehilangan Kaki

Anak-anak Afghanistan tersebut menemukan roket dan mengambilnya.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
 Sejumlah anak membaca kitab suci Alquran di sebuah masjid di kota Herat, Afghanistan.  (EPA/Jalil Rezayee)
Sejumlah anak membaca kitab suci Alquran di sebuah masjid di kota Herat, Afghanistan. (EPA/Jalil Rezayee)

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Tujuh anak dari satu keluarga di Afghanistan kini tidak memiliki kaki utuh. Ketujuh anak itu kehilangan anggota tubuhnya ketika sebuah roket yang mereka temukan meledak tahun lalu.

Sebanyak 10 anak dan cucu dari Hamish Gul menemukan roket yang tidak meledak ketika mereka berjalan ke sekolah. Kemudian, mereka mengambil karena ingin menunjukkan roket itu kepada saudara mereka yang paling tua. Namun, roket ternyata meledak saat diambil.

Baca Juga

Korban ledakan roket, Shafiqullah menceritakan, hari ketika ledakan merupakan hari terburuknya dan keluarganya. "Saya melihat adik-adik saya berlumuran darah di tanah. Saya melihat keluarga saya hancur," kata dia seperti dikutip Aljazirah, Rabu (3/7).

Tiga anak, dan satu anak yang lebih tua meninggal imbas ledakan roket itu. Sementara yang lain terluka parah dan kaki mereka diamputasi.

"Saya kehilangan kaki saya, Abdul Rachid (adik saya) juga kehilangan dua kaki, dan kami semua kehilangan satu kaki," kata Shafiqullah.

Mereka kini belajar di rumah, meski terkadang, ketika ada ujian, mereka pergi ke sekolah. Hamish Gul mengatakan, anak-anaknya tidak bisa pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Ia tidak mampu menyewa kendaraan untuk mengantar anak-anak dan cucunya ke sekolah.

"Hati saya sangat sedih ketika saya melihat anak lain berjalan ke sekolah, sementara saya tidak bisa berjalan seperti mereka," ujar salah satu korban ledakan, Rabiah.

Menurut PBB, 2018 adalah tahun paling mematikan bagi warga sipil di Afghanistan sejak 2009. Sebanyak 1.415 warga sipil Afghanistan terbunuh dan terluka. Ranjau darat atau yang disebut sisa-sisa bahan peledak perang menyebabkan ledakan.

"Saya bahagia ketika saya punya kaki. Tapi, setelah hilang satu, tidak ada kebahagiaan lagi dalam hidup saya," kata Rabiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement