REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) kembali menembakkan dua rudal balistik di lepas pantai timur. Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) mengatakan kepada kantor berita Yonhap, peluncuran itu dilakukan dari semenanjung Hodo pada Rabu (31/7) pagi waktu setempat.
Rudal tersebut melaju sepanjang 250 kilometer dan mencapai ketinggian 30 kilometer sebelum mendarat di Laut Jepang. JCS mengatakan, rudal yang ditembakkan tersebut merupakan tipe yang berbeda dari model rudal sebelumnya.
"Kami mengetahui laporan peluncuran rudal dari Korut dan kami akan terus memantau situasinya," ujar juru bicara pasukan militer Amerika Serikat (AS) di Korea Selatan (Korsel) Lee Peters.
Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan, tidak ada rudal balistik yang mencapai wilayahnya maupun wilayah zona ekonomi eksklusifnya. Peluncuran rudal tersebut tidak mengancam keamanan Jepang.
Gedung Putih, Pentagon, dan Departemen Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan terkait penembakan rudal balistik Korut yang ketiga. Korut pertama kali melakukan uji coba rudal balistik pada Mei lalu sejak pembahasan mengenai denuklirisasi antara Pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump menemui jalan buntu. Kemudian pada 25 Juli, Korut kembali melakukan uji coba rudal balistik.
Trump dan Kim bertemu di Zona Demiliterisasi (DMZ) pada 30 Juni lalu. Ketika itu, kedua belah pihak sepakat untuk memulai kembali perundingan denuklirisasi. Namun, Pyongyang menyuarakan kekecewaannya atas rencana latihan militer antara Korsel dan AS.
Korut menilai, latihan gabungan militer AS dan Korsel dapat memengaruhi dimulainya kembali perundingan denuklirisasi. Oleh karena itu, pada 25 Juli lalu Korut melakukan uji coba rudal balistik yang bertujuan untuk menekan Korsel dan AS.
Tahun lalu, Kim mengatakan Korut akan menghentikan uji coba nuklir dan tidak akan meluncurkan rudal balistik antarbenua. Akan tetapi, kegiatan nuklir Korut tampaknya terus berlanjut. Dari gambar satelit menunjukkan, situs nuklri utama Korut pada bulan lalu menunjukkan aktivitas. Pyongyang terus menunjukkan kemampuannya untuk mengembangkan senjata baru, meski mendapatkan sanksi ekonomi yang cukup ketat.