REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD - Satu rentetan yang terdiri dari 17 roket menghantam daerah di dekat pangkalan militer yang menampung pasukan Amerika Serikat (AS) di Irak, Jumat (8/11) waktu setempat. Pernyataan militer Irak mengatakan serangan tersebut tidak menimbulkan cedera atau kerusakan material yang besar.
Sebuah sumber keamanan mengatakan, roket tersebut mendarat di dekat pangkalan militer Qayyara. Namun sumber itu tidak mengatakan siapa yang diyakini telah melancarkan serangan tersebut. Hinggak kini, tidak ada klaim tanggung jawab yang mengakui serangan tersebut.
Dilansir Press TV, AS menginvasi Irak pada 2003 dalam operasi berbasis perang melawan terorisme. Sejak saat itu, gelombang aksi kekerasan terus terjadi di negara tersebut di tengah sentimen anti Amerika.
Operasi militer AS di Irak diperbaharui pada 2014, dengan tujuan menghancurkan kelompok militan Islamic State (ISIS). Qayyarah kemudian berhasil direbut kembali oleh Pemerintah Irak dari ISIS pada 2016.
Perebutan terjadi saat pasukan Irak bergerak menuju Mosul, kota yang saat itu disebut-sebut sebagai markas besar kekuasaan ISIS. Satu tahun setelahnya, Pemerintah Irak mengklaim telah berhasil membasmi ISIS.
Serangan roket di Qayyarah ini terjadi di tengah gelombang protes yang telah melanda Irak sejak awal Oktober lalu. Gelombang unjuk rasa di Irak dimulai dari ketidakpuasan warga terhadap kurangnya lapangan pekerjaan, layanan publik yang buruk dan maraknya korupsi di pemerintahan. Namun aksi protes ini berkembang menjadi penentangan terhadap sistem perpolitikan di Irak.
Awal November, ratusan ribu demonstran anti pemerintah berkumpul di Lapangan Tahrir di Baghdad. Aksi protes itu disebut sebagai yang terbesar sejak Oktober. Sambil mengibarkan bendera nasional, banyak pengunjuk rasa mendesak agar Pemerintah Irak mengundurkan diri dan parlemennya dibubarkan.