REPUBLIKA.CO.ID, MUSCAT -- Oman mengumumkan Menteri Kebudayaan Haitham bin Tariq Al Said sebagai penguasa baru negara Teluk Arab tersebut. Pengumuman pada Sabtu (11/1) ini mengakhiri spekulasi siapa yang menggantikan Sultan Qaboos yang diumumkan meninggal dunia pada usia 79 tahun.
Di saat yang sama, rakyat Oman berbaris di pinggir jalan ibu kota Muscat. Mereka ingin melihat iring-iringan kendaraan yang membawa jenazah Sultan Qaboos bin Said.
Qaboos adalah kepala monarki yang berkuasa paling lama di Timur Tengah. Ia merebut kekuasaan pada 1970 melalui kudeta. Di panggung internasional, ia dikenal dengan diplomasi yang seimbang di Teluk Persia.
Di bawah kepemimpinannya, Oman kerap menjadi fasilitator dua pihak yang berselisih termasuk antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Ribuan orang ikut sholat jenazah di Masjid Qaboos yang digelar sebelum siang.
Arsitektur masjid itu sangat indah dengan marbel putih dan taman terawat bersih. Mencerminkan bagaimana sultan memodernisasi negaranya tanpa merusak warisan budaya atau gedung pencakar langit seperti negara-negara tetangganya di Teluk.
Para tentara melakukan penjagaan di jalanan dan pasukan berdiri di atas mobil SUV yang dilengkapi senjata mesin. Warga kota dan masyarakat Oman berkumpul di jalan tol Muskat untuk melihat iring-iringan membawa jenazah Qaboos disemayamkan.
Stasiun televisi Oman melaporkan pihak berwenang membuka surat dari Sultan Qaboos bin Said yang berisi nama orang yang akan menggantikan posisinya. Tidak lama kemudian stasiun televisi milik pemerintah mengumumkan Haitham bin Tariq al Said menjadi pilihan Qaboos.
Sebelumnya Dewan Pertahanan Oman mengatakan bertemu dengan Dewan Keluarga Kerajaan untuk memilih pengganti Qaboos. Berdasarkan hukum pergantian kekuasaan Oman, apabila dewan keluarga tidak dapat menyepakati pengganti penguasa negeri itu, maka surat yang ditulis Sultan Qaboos yang berisi nama orang pilihannya yang berasal dari keluarganya akan dibuka.
Sultan Qaboos tidak memiliki anak. Al Said yang berperan sebagai Menteri Kebudayaan dan Warisan Nasional kerap memainkan peran penting dalam diplomasi. Ia sering mewakili Oman di luar negeri. Al Said juga orang yang menyambut kedatangan Pangeran Charles dan istrinya Camilla ketika mengunjungi Oman pada 2016.
Sebelum menjadi menteri kebudayaan, Al Said menjabat sebagai wakil menteri luar negeri urusan politik dan sekretaris jenderal menteri luar negeri. Ia juga kerap menjadi ketua rapat kabinet.
"Pengalaman ini dianggap telah memberinya gravitasi politik yang diperlukan dan keterampilan dalam kebijakan luar negeri membantunya mengarahkan Oman era paska Qaboos," kata pakar Timur Tengah di The Arab Gulf States Institution, Sigurd Neubauer.
Keluarga Al Said sudah berkuasa di Oman sejak abad kedelapan belas. Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Anwar Gargash mengatakan Qaboos pemimpin bijak dan menginspirasi.
"Hari ini kami kehilangan tokoh historis dan pencerahan kelas atas dengan kematian Sultan Qaboos," cicit Gargash di Twitter.
Di Amerika Serikat, mantan Presiden George W Bush mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Qaboos. Ia mengatakan Qaboos menciptakan keseimbangan dan sekutu kuat AS.
"Yang Mulai memiliki visi modern, kemakmuran dan perdamaian untuk Oman, dan dia mewujudkan visinya ke dalam realita," kata Bush yang mengunjungi Qaboos di Muscat musim gugur tahun lalu.