Ahad 19 Jan 2020 11:40 WIB

Bentrokan Pendemo Rompi Kuning dan Polisi Pecah di Paris

Demonstrasi di Paris kembali memanas yang membuat transportasi lumpuh.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Pengunjuk rasa rompi kuning.
Foto: EPA-EFE/CAROLINE BLUMBERG
Pengunjuk rasa rompi kuning.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Bentrokan antara polisi Prancis dan para pengunjuk rasa "rompi kuning" di Paris kembali memanas, Sabtu (18/1) waktu setempat. Polisi Prancis menembakkan gas air mata pada pengunjuk rasa yang melemparkan proyektil.

Pengujuk rasa memekikkan slogan-slogan mengecam polisi, Presiden Emmanual Macron, serta reformasi pensiun Macron. Akibat demonstrasi, transportasi Prancis lumpuh dalam waktu yang lama.

Baca Juga

Dengan sirine berbunyi di mana-mana, puluhan van yang mengangkut polisi antihuru hara menyebar di sepanjang rute yang diikuti oleh ribuan pendemo. Para pendemo muda mengenakan topeng meneriakkan "revolusi" ketika gas air mata melayang di Bastille, alun-alun tempat revolusi Perancis meletus pada 1789.

Presiden Macron juga sempat dievakuasi dari gedung teater setelah para pedemo anti-pemerintah mencoba memaksa masuk ke dalam gedung untuk menemukannya. "Jalan-jalan ini adalah milik kita," seru pengunjuk rasa.

"Macron, datang untukmu, di rumahmu," seru mereka. Dalam bentrokan kemarin, polisi mengatakan, setidaknya 32 orang diangkap.

Gerakan Rompi Kuning telah rutin menggelar demonstrasi setiap Sabtu sejak November 2018. Peserta demo mengalami pembengkakan jumlahnya dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu terjadi karena mereka menentang reformasi pensiun yang diusulkan Macron.

Reformasi Macron bertujuan untuk menempa sistem pensiun tunggal dari 42 rezim terpisah negara. Berbagai sistem yang ada saat ini menawarkan pensiun dini dan manfaat lainnya bagi beberapa pekerja sektor publik serta pengacara, ahli terapi fisik, dan bahkan karyawan Opera Paris.

Para kritikus mengatakan, reformasi tersebut secara efektif akan memaksa jutaan orang untuk bekerja lebih lama untuk pensiun yang lebih kecil. Seorang guru berusia 58 tahun, Annie Moukam mengatakan terlalu banyak orang di Prancis menderita. "Kami tercekik oleh pemerintah yang ingin membuat kami berlutut," kata Moukam dikutip Aljazirah, Ahad (18/1).

"Tidak mungkin dia (Macron) menyentuh pensiun kami. Kami telah bekerja sepanjang hidup kami dengan pensiun yang bermartabat. Persis seperti itulah dia menantang," ujarnya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement