Kamis 14 May 2020 02:35 WIB

China Bantah Persulit Produk Australia

China Bantah Persulit Produk Australia Karena Desak Penyelidikan COVID-19

Red:

Pemerintah China dinilai melancarkan taktik diplomasi perdagangan terhadap Australia, setelah menguatnya desakan untuk menyelidiki asal-usul COVID-19. Dua produk unggulan Australia yaitu gandum dan daging sapi kena getahnya.

Dalam beberapa hari terakhir, China mengisyaratkan akan mengenakan tarif 80 persen untuk gandum Australia, serta melarang impor daging merah dari empat rumah potong hewan (RPH).

Bulan lalu, Duta Besar China untuk Australia, Cheng Jingye melontarkan pernyataan bernada mengancam setelah Pemerintah Australia bersikeras untuk menyelidiki asal-usul COVID-19.

Dubes Cheng mengatakan konsumen di China bisa saja mempertimbangkan kembali mengapa mereka harus membeli produk dan jasa Australia sebagai reaksi terhadap desakan penyelidikan.

 

"Jika mood-nya memburuk, rakyat [China] akan berpikir mengapa kami harus datang ke suatu negara yang tidak bersahabat dengan China," katanya pada akhir April, seperti dikutip media Australian Financial Review.

"Mungkin warga biasa di China akan berkata, mengapa kami harus minum wine Australia, makan daging sapi Australia?" tambah Dubes Cheng.

Dalam tempo dua pekan sejak itu, China menyatakan akan mengenakan tarif sebesar 80 persen untuk gandum dari Australia.

Selain itu, pasokan daging merah dari empat RPH di Australia kini dilarang untuk masuk ke China.

 

Menurut Ben Lyons, pengamat masalah China dari Southern Queensland University, China sedang menjalankan permainan diplomatik dengan Australia.

Namun menurutnya, posisi Australia cukup baik dalam persoalan ini karena banyak produk dan jasa Australia yang memang dibutuhkan China.

"China tak lagi memiliki 9 persen lahan subur di dunia. Mereka juga mengalami masalah dalam ketenagakerjaan, yaitu masalah produktivitas," katanya.

"Banyak kebutuhan China yang kita miliki, jadi ini bukan karena ada kesalahan dengan produsen gandum atau daging sapi," jelas Lyons.

 

Menanggapi tudingan adanya permainan diplomasi, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan Cina memberlakukan larangan karena pihak bea cukai menemukan produk Australia melanggar persyaratan karantina dan bea cukai yang disetujui bersama.

"Kami sudah memberi tahu pihak Australia tentang hal ini dan kami meminta pihak Australia untuk menyelidiki dan memperbaikinya," katanya dalam keterangan pers pekan ini.

Ia mengatakan desakan Australia untuk menyelidiki asal-usul COVID-19 tidak terkait dengan larangan impor tersebut.

"Itu dua hal yang berbeda," katanya. "Asal-usul virus membutuhkan penilaian spesialis dan ilmuwan."

Pukulan pertama pada gandum

China melepaskan pukulan pertamanya dalam pertikaian diplomatik dengan Australia terkait COVID-19, dengan melontarkan ancaman akan mengenakan bea masuk bagi impor gandum Australia.

Jika diterapkan, tindakan ini akan merugikan ratusan juta dolar bagi perdagangan gandum Australia.

Ketua asosiasi produsen biji-bijian Australia, Andrew Wiedemann menggambarkan tarif ini sebagai pukulan telak yang ia yakini akan berdampak langsung masyarakat Australia.

"Tarif itu akan menghentikan perdagangan antara kedua negara," kata Weidemann.

Sejak tahun 2018, Australia dituduh menjalankan taktik 'dumping' untuk produk gandum, namun tuduhan ini telah dijawab melalui Organisasi Perdagangan Dunia WTO.

"Kami juga tahu bahwa China sangat membutuhkan gandum Australia, mereka sudah lama menjadi pembeli, jadi tindakan itu akan menyebabkan kerusakan pada industri mereka sendiri," katanya.

Menteri Perdagangan Simon Birmingham secara terpisah mengatakan prihatin dengan laporan mengenai pengenaan tarif untuk gandum Australia ke China.

Pukulan kedua pada daging sapi

 

Tak cukup pada gandum, China juga memberlakukan larangan impor daging dari empat rumah pemotongan hewan, tiga di negara Queensland dan satu di New South Wales.

Sumber yang dikutip ABC menyebutkan ke-4 RPH ini mewakili sekitar 35 persen ekspor daging sapi Australia ke China yang tahun ini nilainya 3,5 miliar dollar.

Menteri Birmingham mengaku mendapatkan pemberitahuannya pada hari Senin (11/05), yang oleh Pemerintah China dikaitkan dengan masalah pelabelan dan sertifikat kesehatan.

Dewan Industri Daging Australia mengatakan China memiliki persyaratan ketat yang oleh industri Australia dianggap "sangat serius".

"Meskipun tidak diinginkan, kami telah menangani masalah-masalah seperti ini sebelumnya dan bekerja sama dengan Pemerintah Australia," katanya.

"Ini adalah masalah akses perdagangan dan pasar yang ditangani oleh Pemerintah Australia," katanya.

 

Sementara itu juru bicara oposisi untuk urusan pertanian Joel Fitzgibbon menuding Pemerintahan PM Scott Morrison menjadikan pertengkaran dengan China untuk mendapatkan dukungan politik dalam negeri.

Fitzgibbon mengatakan langkah PM Morrison membiarkan hubungan dengan China memburuk telah menimbulkan kegelisahan di kalangan industri-industri utama.

Ia mengaku telah berbicara dengan para pengusaha terkait yang menyatakan pengenaan tarif dan larangan impor adalah "konsekuensi dari hubungan yang memburuk, salah kelola oleh Pemerintah Australia".

Federasi Petani Nasional di Australia secara terpisah menyatakan selalu muncul masalah dalam hubungan perdagangan dengan China dari waktu ke waktu.

Sekitar sepertiga dari ekspor pertanian Australia dijual ke Cina, termasuk 20 persen produksi daging sapi dan hampir setengah dari produksi gandum.

Dewan Industri Daging Australia, yang mewakili dua rumah pemotongan hewan mengatakan, larangan ekspor ke China diterapkan untuk pengiriman daging sejak 12 Mei. Sehingga daging yang sudah dalam perjalanan tidak akan terpengaruh.

Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement