REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson didesak untuk segera bertindak dalam isu rasialisme. Johnson dikritik hanya bicara tanpa bertindak dalam isu diskriminasi rasial, setelah perdana menteri Partai Konservatif itu meluncurkan komisi rasialisme untuk menindaklanjuti unjuk rasa Black Lives Matter.
Johnson mengatakan komisi lintas lembaga pemerintah tersebut akan menyelidiki rasialisme dan disparitas yang dialami kelompok etnik minoritas dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan sistem peradilan. Tapi ia tidak mengungkap detailnya hingga memicu kritikan dari berbagai pihak.
"Pagi ini membuat saya sedikit lelah, rasanya kami sedang berputar-putar. Anda dapat mengerti rasanya seperti ini lagi, di Inggris, kami ingin data, angka, kami tidak ingin aksi nyata," kata anggota Parlemen dari Partai Buruh, David Lammy, Senin (15/6).
Lammy mengatakan laporannya tentang representasi berlebihan warga kulit hitam di sistem peradilan salah satu temuan yang belum ditindaklanjuti. Johnson mengatakan ia tidak bisa mengabaikan perasaan puluhan ribu warga Inggris yang turun ke jalan setelah kematian George Floyd, warga kulit hitam Amerika yang tewas ditangan polisi kulit putih.
"Apa yang saya inginkan sebagai perdana menteri adalah mengubah narasi, sehingga kami menghentikan diskriminasi dan viktimisasi. Itu tidak akan mudah, kami harus benar-benar menyelidiki dengan hati-hati rasialisme dan diskriminasi sesungguhnya yang masyarakat hadapi," katanya.
Komisi itu diumumkan di stasiun televisi dan disertai dengan artikel di the Telegraph. Johnson kembali mengatakan aneh patung Winston Churchill terancam dirusak pengunjuk rasa.
Jelang unjuk rasa pekan ini patung Churchill ditutupi papan besi walaupun polisi diserang pengunjuk rasa sayap kanan yang mengatakan mereka ingin melindungi patung tersebut. Pengunjuk rasa ingin meevaluasi ulang monumen-monumen kolonialisme dan perbudakan di Inggris. Pada bulan ini pengunjuk rasa menjatuhkan patung pedagang budak pada ke-17 Edward Colston di kota pelabuhan Bristol.
"Mari perangi rasialisme, tapi tinggalkan warisan kami dengan tenang," tulis Johnson di the Telegraph.
Ketua Dewan Unit Disparitas Ras pemerintah Inggris, Simon Woolley, mengatakan warisan perbudakan harus dilawan. Di stasiun televisi BBC ia mengatakan bahasa Johnson yang menggunakan kata viktimisasi 'sama sekali tidak membantu'.
"'Great' dalam Great Britain (Inggris Raya), berdasarkan pada perbudakan dan kolonialisme," katanya.