REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- Pemerintah Swiss mengatakan dampak pandemi virus corona menyusutkan perekonomian negara itu ke titik terendahnya dalam beberapa dekade terakhir. Tapi penyusutan tidak seburuk yang diperkirakan sebelumnya.
Sekretariat Negara Bidang Ekonomi (SECO) Swiss mengatakan tahun ini produk domestik bruto mereka turun 6,2 persen, penurunan terburuk sejak tahun 1975 ketika Swiss dihantam ledakan harga minyak.
Karena perdagangan luar negeri terguncang, tahun ini angka pengangguran diperkirakan naik 3,8 persen. Pengeluaran konsumsi menyusut dan perusahaan lama untuk bisa bangkit setelah ditutup kebijakan karantina nasional yang bertujuan menahan laju penyebaran virus corona.
Namun, prediksi kali ini lebih baik dibandingkan prediksi negara Eropa lain dan prediksi pemerintah Swiss pada April lalu. Sebelumnya, PDB Swiss diperkirakan menyusut hingga 6,7 persen.
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mengatakan tahun ini perekonomian Inggris dapat terjun 11,5 persen. Sementara, Prancis diperkirakan turun 11,4 persen dan Italia 11,3 persen.
Pemerintah Swiss berharap pada pertengahan 2020 mereka dapat perlahan-lahan pulih kembali dengan syarat gelombang kedua wabah virus corona tidak terjadi.
"Perekonomian Swiss cukup bertahan dibandingkan internasional," kata kepala ekonom Mirabaud Bank Gero Jung, Selasa (16/6).
SECO memprediksi pada 2021 pertumbuhan ekonomi tumbuh 4,9 persen, walaupun angka pengangguran di Swis bertahan di angka 4,1 persen.
"Swiss sangat cepat dalam merespons krisis, paket stimulus yang diberikan pemerintah besar, totalnya lebih dari 60 miliar franc atau hampir 10 persen PDB," kata Jung.
Swiss juga telah menyalurkan dana pinjaman darurat sebesar 15 miliar franc Swiss ke 130 ribu bisnis. Sekitar 1,9 juta orang atau 37 persen tenaga kerja sudah mengajukan kompensasi kerja singkat.