REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Gelombang protes pro-demokrasi di Hong Kong sejak satu tahun lalu masih terus berlanjut dan menghasilkan dukungan yang luas. Bahkan, ada patung yang didirikan sebagai bentuk apresiasi terhadap para demonstran yang menyuarakan ideologi tersebut.
Patung berwarna putih yang berbentuk siluet seorang demonstran dengan helm, masker gas, dan kacamata kini dapat ditemui di sebuah toko di kota administratif China tersebut. Di patung ini juga terlihat payung di satu tangan dan bendera hitam bertuliskan 'Bebaskan Hong Kong, Revolusi Zaman Kita!'
Herbert Chow, seorang pengusaha yang memiliki 13 toko Chickeeduck di Hong Kong mengatakan tengah membahas pendirian patung tersebut di salah satu tokonya. Ia menegaskan bahwa ini adalah bentuk kebebasan berbicara yang harus dikedepankan warga Hong Kong.
"Revolusi yang kita butuhkan sekarang adalah perjuangan gigih untuk kebebasan berbicara, pers, berekspresi dan kreativitas, dan tidak harus menerima apa pun yang menurut Anda tidak adil," ujar Chow pada Kamis (18/6).
Chow mengatakan dukungan telah datang dari banyak orang kepadanya sejak patung putih tersebut didirikan di salah satu tokonya. Ia menegaskan tidak akan menghilangkannya hingga perjuangan warga membuahkan hasil.
Dalam sebuah surat yang diedarkan secara daring, Discovery Park Commercial Services Ltd selaku pemilik area bisnis Chow berada, terdapat klausa yang mengatakan bahwa dekorasi memerlukan persetujuan. Termasuk dalam mengadakan pameran tanpa lisensi, yang disebut mungkin melanggar hukum dan melampaui tujuan dari persewaan.
Chow mengatakan patung itu adalah barang pajangan dan tidak dapat digambarkan sebagai sebuah pameran karena ia tidak mendapatkan uang darinya. Ia bahkan berpikir secara estetika, keberadaan patung itu sangat cocok di tokonya.
Banyak pelanggan toko Chow yang mengatakan bahwa mereka datang untuk menunjukkan dukungan. Natalie Lau, salah satu pelanggan berharap bahwa Chow tidak akan mendapat tekanan dengan langkah berani yang dilakukannya.
Gelombang demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Hong Kong membuat ribuan orang di kota itu turun ke jalan dan terkadang terdapat bentrokan dengan pihak berwenang. Para peserta unjuk rasa menentang Rancangan Undang-undang (RUU) yang memungkinkan tersangka dalam suatu kejahatan diekstradisi ke wilayah China daratan dan diadili oleh pengadilan yang dikendalikan oleh pemerintah pusat China.
Aksi ini kemudian terus meluas, dengan seruan para demonstran yang menuntut demonstrasi sepenuhnya bisa ditegakkan. Situasi ini menjadi salah satu krisis politik paling serius sejak Hong Kong dikembalikan ke China oleh Inggris pada 1997. Dengan ketentuan ‘satu negara dua sistem’ berarti Hong Kong dapat mempertahankan hak-hak khusus untuk kota tersebut.
Banyak masyarakat Hong Kong yang khawatir bahwa pemerintah pusat China pada akhirnya akan memiliki campur tangan penuh atas hak asasi mereka. Aksi protes yang berlangsung telah memukul perekonomian di kota yang terkenal sebagai pusat bisnis Asia Timur itu hingga sempat dinyatakan berada di ambang resesi terburuk dalam satu dekade.