Selasa 28 Jul 2020 14:20 WIB

Mesir-Arab Saudi Bersatu di Konflik Libya, Turki Beda Kubu

Mesir ingatakan tak akan menerima pelanggaran di Sirte.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry.
Foto: Reuters
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengatakan negaranya 'tidak akan menerima pelanggaran batas apa pun' di Sirte dan Al-Jufra di Libya. Ia menambahkan Mesir akan mempertahankan kepentingan dan keamanan nasionalnya.

Pernyataan ini disampaikan saat konferensi pers gabungan bersama Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud pada Senin (27/7) lalu. Pernyataan ini juga sekaligus sindiran bagi Turki yang mendukung pasukan GNA untuk menguasai Sirte.

Baca Juga

Shoukry mengatakan Mesir dan Arab Saudi sudah sepakat untuk melawan setiap intervensi asing di kawasan terutama di Libya. Ia mengatakan Presiden Mesir Abdul Fattah sl-Sisi dan Raja Arab Saudi Salman sudah memerintahkan penguatan kerja sama bilateral antara kedua negara. Hal itu bertujuan untuk keberhasilian masing-masing pihak.

"Perintahnya juga termasuk mengatasi semua isu di dunia Arab, terutama mengembalikan perdamaian dan stabilitas, kami semua bertanggung jawab untuk keamanan dan stabilitas di kawasan Arab dan kami tidak ingin nasib kami hancur oleh ambisi non-Arab," kata Shoukry seperti dilansir dari media Mesir Ahram, Selasa (28/7). 

Menteri Arab Saudi mengatakan Kerajaan itu mendukung Deklarasi Kairo di Libya. Menurutnya deklarasi itu penting untuk melindungi Libya dari intervensi asing.

"Kami tetap satu tangan untuk meraih stabilitas dan keamanan di kawasan," katanya.

Ia menegaskan kembali konsensus Arab Saudi dan Mesir dalam isu-isu kawasan. Pertemuan ini bagian dari penguatan kerja sama antara Mesir dan kekuatan kawasan untuk membawa perkembangan yang sedang terjadi di Libya.

Sebelumnya pada bulan ini al-Sisi mengatakan Mesir akan mengirimkan pasukan ke Libya jika pemerintah Libya yang diakui internasional (GNA) mencoba merebut Sirte yang terletak sekitar 900 kilometer dari perbatasan Mesir. GNA didukung Turki sementara Mesir bersama Rusia dan Uni Emirat Arab mendukung pasukan Khalifa Haftar.

Sirte kota strategis yang menjadi gerbang kilang dan pabrik pengolahan minyak Libya. Saat ini kota itu masih dikuasai Haftar. Pada pekan lalu parlemen Mesir meloloskan undang-undang yang membuat pemerintah dapat mengerahkan pasukan dengan alasan membela kepentingan Mesir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement