Senin 03 Aug 2020 21:56 WIB

Produksi Warga Gaza: APD Covid-19 Hingga Sayur untuk Israel

Warga Gaza mampu produksi APD Covid-19 hingga sayuran dijual di Israel.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Warga Gaza Raih Rezeki tak Terduga Lewat Masker. Mereka sedang membuat pakaian pelindung medis untuk diekspor ke Israel.
Foto: Adel Hana/AP
Warga Gaza Raih Rezeki tak Terduga Lewat Masker. Mereka sedang membuat pakaian pelindung medis untuk diekspor ke Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Sebuah bangunan terlihat dinding yang lapuk dengan mesin-mesin usang dan para pekerja digaji rendah. 

Tetapi dalam beberapa pekan terakhir, produksi telah mencapai kapasitas maksimum yang dikenal pabrik tekstil Gaza untuk pertama kalinya setelah beberapa dekade turun. 

Baca Juga

Mereka telah memproduksi masker wajah, pakaian rumah sakit, dan pakaian pelindung hampir setiap saat, tidak hanya untuk memenuhi permintaan domestik, tetapi juga untuk ekspor ke Israel dan di seluruh dunia. 

Dampak dari pandemi Covid-19, industri tekstil Palestina mengalami kebanjiran pesanan. Kepala Unipal 2000, Nabil Bawab, mengatakan sebanyak 70 persen produksi bengkel pabrik saat ini eksklusif memproduksi peralatan untuk melindungi dari virus. Perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan terbesar di Jalur Gaza, yang saat ini mempekerjakan 600 pekerja.  

Bahkan kini toko penjahit kecil bekerja sesuai kapasitas. Banyak yang menggandakan produksi mereka, klaim Omaar Shaban, seorang ekonom politik dan direktur PalThink. Sektor pertanian Palestina juga mendapat keuntungan dari krisis Corona, karena telah meningkatkan produksi sayuran segar untuk pasar Israel. 

Aturan Gaza semakin ketat setelah Hamas berkuasa pada Juni 2007 terutama saat pandemi Covid-19. Wartawan tidak lagi diizinkan masuk ke Gaza dan harus puas dengan wawancara telepon. Hampir setiap hari, barisan truk antre di penyeberangan perbatasan Kerem Shalom untuk mengangkut bahan baku ke pabrik-pabrik tekstil dan mengirimkan barang jadi. 

Sebanyak lima juta masker dan 10 ribu pakaian pelindung yang dibuat di Gaza telah diekspor. Bawab, seorang manajer perusahaan, dengan bangga menyatakan ini dilakukan membantu semua negara di dunia.  

Namun, upah mereka yang bekerja keras di meja potong dan mesin jahit sangat rendah antara delapan dan 25 dolar Amerika Serikat per sif.

Kemajuan dalam industri hampir tidak mengubah kondisi menyedihkan di jalur pantai yang kini semakin padat penduduk. Sekitar 75 persen dari dua juta penduduk Gaza tidak memiliki penghasilan tetap.  

"Bahkan jika beberapa ribu pekerja sekarang memiliki pekerjaan lagi, ini hanya setetes saja," kata Hannes Alpen dari Kantor Palestina di Friedrich Ebert Foundation. Sebagai perbandingan, pada tahun-tahun sebelum blokade, sekitar 35 ribu warga Palestina dipekerjakan industri tekstil lokal. 

Meskipun demikian, satu efek samping positif dari isolasi Gaza adalah tingkat infeksi yang rendah. Hanya ada 20 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi dan penyebaran epidemi yang ditakuti dari virus di kamp-kamp pengungsi belum terwujud, terutama karena upaya WHO, yang telah melakukan tes dan telah mengawasi pusat-pusat karantina. 

photo
Warga Palestina memproduksi pakaian pelindung di sebuah pabrik jahit kecil di Kota Gaza, Senin (30/3). Beberapa pabrik pakaian di Jalur Gaza telah mengubah jalur produksinya untuk memproduksi peralatan pelindung seperti pakaian pelindung dan masker wajah medis untuk pasar Israel dan Tepi Barat di tengah kekhawatiran tentang penyebaran pandemic penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh SARS CoV-2 virus Corona - (MOHAMMED SABER/EPA)

Pemerintah Palestina juga telah berhasil menjaga penyebaran virus di bawah kendali Tepi Barat dengan memberlakukan jam malam. Hanya ada empat kasus fatal di antara lebih dari 520 kasus coronavirus yang dikonfirmasi yang dibandingkan dengan daerah lain, tampaknya cukup rendah. Kurva infeksi tetap rata.  

Pemerintah Otoritas Palestina di bawah Perdana Menteri Mohammed Shtayyeh telah berhasil mengendalikan situasi. "Keyakinan pada pemerintah telah meningkat," ujar Baschar al-Masri, kepala kelompok investasi Padico dan pendiri kota Rawabi di Tepi Barat yang baru dibangun.  

Shtayyeh kemudian juga meyakinkan sektor swasta untuk tidak melakukan PHK pada bulan Maret dan April dan sebagai gantinya membayar pekerja setengah dari upah mereka. Untuk menangani kebutuhan pangan puluhan ribu paket makanan untuk yang membutuhkan yang diperoleh dari donasi.  

Sebenarnya warga sudah terbiasa menghadapi krisis dan berusaha mandiri. Misalnya, situs web Rawabi meluncurkan program yang menyediakan akses ke 500 kursus digital yang ditawarkan secara global mulai dari berkebun hingga studi teknik di Universitas Columbia. 

Namun, industri pariwisata yang terpusat di Betlehem telah runtuh. Usaha kecil yang menyumbang sembilan puluh persen ekonomi di daerah-daerah Palestina, telah sangat terpukul karena karantina enam pekan, meskipun kini peraturan itu telah dilonggarkan.  

Perdana Menteri Shtayyeh mengantisipasi penurunan 20 persen dalam perekonomian nasional. Defisit anggaran Otoritas Palestina sudah mencapai 1,4 miliar dolar Amerika Serikat. 

Sejak awal Mei, sekitar 50 ribu warga Palestina kini diizinkan bekerja di Israel di lokasi konstruksi dan di ladang. Namun, mereka khawatir ada virus Covid-19 yang terbawa dalam uang yang mereka hasilkan ke rumah. 

Meskipun pabrik-pabrik sepatu di Hebron dan pabrik-pabrik kecil di Nablus kini telah beralih memproduksi pakaian pelindung, tidak dapat disangkal fakta bahwa tanpa dukungan internasional, Gaza dan Tepi Barat tidak akan dapat pulih dengan sendirinya.

Sumber:  https://en.qantara.de/content/covid-19-pandemic-coronavirus-and-the-face-masks-made-in-gaza 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement