REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Pengamat terkenal Yunani memperingatkan posisi Athena dalam ketegangan dengan Ankara di Mediterania Timur problematik. Ia berpendapat Yunani mungkin akan kalah bila berperang dengan Turki lalu Eropa 'muak dengan Yunani'.
Pengamat itu juga memperingatkan kepentingan Prancis di Mediterania Timur mungkin tidak selaras dengan kepentingan Athena. Giorgos Papachristos dari surat kabar terkenal Ta Nea mengatakan langkah Yunani untuk selalu berpaling ke Eropa setiap kali ada masalah bukanlah solusi.
"Mereka muak dengan kami, kami hanya menyakinkan diri kami sendiri, kami benar dan Turki salah tapi kami harus realistis," katanya seperti dilansir dari media Turki, Daily Sabah, Rabu (9/9)
"Jika tidak akhirnya mungkin punggung kami yang berbaring di atas matras, sementara Eropa yang bertindak sebagai wasit menghitung mundur untuk mengakhiri pertarungan," tambah Papachristos.
Papachristos mengatakan Yunani memiliki dua pilihan, pertama berperang singkat dengan Turki. Maka mungkin Ankara akan mengambil pulau Kastellorizo yang terletak beberapa kilometer dari pinggir pantai.
Menurutnya, Yunani dapat kalah dan harus menjalani negosiasi selama puluhan tahun agar pulau itu kembali masuk wilayah mereka. Pilihan kedua, berdialog yang juga berisiko karena Yunani dapat mengalami 'kekalahan politik'.
Dalam skenario ini, kata Papachristos, Turki dapat mengajukan permintaan sementara Yunani membuat konsesi. Menurutnya tidak realistis untuk terus mengatakan Presiden Turki Reccep Erdogan terus menerus melontarkan ancaman. "Tidak realistis untuk terus mengatakan Presiden Erdoğan yang melakukan provokasi atau menyerang," kata Papachristos.
Ia menambahkan pilihan untuk selalu 'berpaling ke Eropa' setiap kali 'Erdogan membuat ancaman' juga tidak realistis.
Sementara itu pengamat politik dan diplomatik surat kabar Kathimerini, Costas Iordanidi mengatakan ketegangan Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan Erdoğan mungkin akan memberikan kelegaan bagi Yunani dan Siprus Yunani.
Iordanidis mengatakan, Yunani seharusnya tidak menerima begitu saja bantuan dari Prancis. Sebab Paris tentu memiliki kepentingan sendiri di kawasan. "Dasar dari ketegangan strategis ini berhubungan dengan siapa yang akan mengisi kekosongan kekuasaan setelah AS meninggalkan kawasan," kata Iordanidis.
Ia juga memperingatkan bantuan Macron mungkin hanya sementara. Sebab, kerja sama dengan negara sekutu di luar tujuan NATO mengandung resiko.
Wakil kepala parlemen dari Partai Komunis Yunani Liana Kanelli mengkritik langkah Athena yang sepenuhnya mengandalkan bantuan Prancis. Ia mengatakan, satu-satunya tujuan Paris membantu Yunani adalah untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri di Timur Mediterania. Ia menyebut Turki sebagai kekuatan besar di kawasan.
"Tidak ada yang datang ke Yunani karena mereka menyukai kami, mereka akan mati untuk kepentingan Yunani," kata Kanelli.
Menurut Kanelli yang juga berprofesi sebagai wartawan, kerja sama Yunani dengan Prancis adalah 'kesalahan fatal'. Ia mengatakan Yunani harus mengingat mantan Presiden Prancis Giscard d’Estaing yang mendukung Yunani masuk Uni Eropa. Tapi juga orang yang meminta agar keanggotan Yunani ditangguhkan.