REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pesawat pengintai Amerika Serikat (AS) terpantau melakukan patroli intensif antara Pulau Hainan China dan Kepulauan Paracel di Laut Cina Selatan pada Selasa (8/9). Namun Washington menyamarkan pesawatnya sebagai pesawat Malaysia. Hal itu dianggap sebuah tindakan berbahaya mengingat adanya aksi penembakan mematikan di masa silam.
South China Sea Probing Initiative (SCSPI), yakni sebuah lembaga think tank yang terhubung ke Universitas Peking berhasil mengidentifikasi pesawat pengintai yang terbang antara Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel. Ia adalah US Air Force RC-135W Rivet Joint.
Menurut SCSPI, pesawat tersebut terlihat meninggalkan Pangkalan Angkatan Udara Kadena di Okinawa, Jepang. Hanya secara misterius digantikan oleh apa yang tampak seperti pesawat Malaysia di atas Laut China Selatan.
“Setelah pesawat melintasi Laut China Selatan, ia kemudian berpatroli secara intensif di perairan internasional antara Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel,” kata SCSPI, dikutip laman Sputnik.
SCSPI menyebut pesawat pengintai RC-135W milik AS melakukan manuver yang sama beberapa hari sebelumnya. Ia menyiarkan pengenal kode hex Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (IACO) yang tak masuk akal saat berpatroli di Laut China Selatan. Namun beralih kembali setelah memasuki Laut Filipina.
Kode hex pesawat yang terdaftar IACO jarang berubah. Kode mengidentifikasi pesawat saat terbang, memberi tahu pesawat lain dan kontrol darat tentang posisinya. Meskipun pesawat militer yang melakukan patroli tempur tidak menyiarkan sinyal tersebut karena alasan cukup jelas, transponder berfungsi sebagai landasan keselamatan penerbangan sipil, mencegah tabrakan serta kesalahan identifikasi.
Praktik lazim
Namun praktik menggunakan transponder palsu untuk menyamarkan pesawat mata-matanya adalah praktik lazim dan umum di Angkatan Udara AS. Pada 3 Juli 2019, RC-135SW mengalihkan kode transpondernya ke kode Iran saat melintasi wilayah Teluk Persia. Ia sempat terbang di atas wilayah udara Iran.
Pada 23 Februari 2019, RC-135SW yang terbang dari Puerto Rico menyiarkan kode hex palsu saat terbang mendekati wilayah udara Venezuela. Kejadian ini berlangsung saat pasukan pendukung pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido berusaha melakukan penyeberangan paksa di Jembatan Tienditas. AS adalah pendukung Guaido dan penentang pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Pada 23 September 2019, RC-135U Combat Sent milik Angkatan Udara AS, menyiarkan kode Selandia Baru palsu saat terbang dekat Semenanjung Korea. Praktik semacam ini sebenarnya sangat berbahaya. Pada Juli 1988, Angkatan Laut AS pernah menembak jatuh Iran Air Flight 655 dengan rute penerbangan Teheran-Dubai.
Penembakan dilakukan karena Angkatan Laut AS mengira pesawat Iran Air itu sebagai F-14 Tomcat yang notabene dimiliki Angkatan Udara Iran. Sebanyak 290 penumpang dan awak dalam pesawat nahas tersebut tewas.