Kamis 10 Sep 2020 17:05 WIB

Polisi Myanmar Tahan Pelajar Demo Anti-Pemerintah di Rakhine

Tiga pelajar ditangkap di Rakhine karena poster "lawan pembunuhan oleh fasisme"

Red: Nur Aini
Polisi Myanmar
Foto: the telegraph
Polisi Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Kepolisian Myanmar menahan tiga pelajar karena menggelar demonstrasi anti pemerintah di wilayah negara bagian Rakhine pada Rabu (9/9). Hal itu berdasarkan keterangan kelompok pelajar serta badan hak asasi manusia, Kamis (10/9).

Ketiga pelajar itu, berusia 20-an tahun, ditangkap di Ibu Kota Sittwe setelah melakukan protes dengan poster bertuliskan "lawan pembunuhan oleh fasisme" dan menyerukan pengembalian akses internet yang diputus yang menurut otoritas, dilakukan demi alasan keamanan. Thaw Zin Tun, juru bicara Serikat Pelajar Arakan, kelompok yang mengelola protes, mengatakan bahwa tiga pelajar itu masih ditangguhkan penyelidikannya tetapi pihak serikat belum berkontak dengan mereka sejak terjadi penangkapan.

Baca Juga

Sementara, Burma Human Rights Network (BHRN), kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Inggris, mengatakan bahwa tiga pelajar yang ditahan merupakan bagian dari kelompok pelajar yang mengunjungi kamp-kamp Rohingya di luar Sittwe dalam beberapa pekan terakhir. Sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan puluhan orang di luar kantor kepolisian pada Kamis ini menuntut pembebasan ketiga pelajar tersebut.

Negara bagian Rakhine telah bergejolak lebih dari satu tahun belakangan dengan adanya pertempuran antara pasukan pemerintah melawan pemberontak etnis Tentara Arakan, yang menuntut otonomi wilayah yang lebih luas untuk wilayah barat. Rakhine juga telah menjadi titik rawan dalam ketegangan antara etnis minoritas Muslim Rohingya dan etnis Rakhine, yang mayoritas merupakan kelompok masyarakat Buddha.

Puluhan ribu orang Rohingya telah mengungsi dan puluhan orang lainnya menjadi korban tewas dalam penembakan dan baku tembak. Para pengungsi dibatasi hanya berada di dalam kamp-kamp dan desa, serta dikurangi haknya, termasuk hak bergerak.

Pendiri BHRN, Kyaw Win, menyebut bahwa para pelajar merupakan "sebuah contoh menuju masa depan yang lebih baik di Myanmar, namun dikriminalisasi dan dirampas kebebasannya."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement