Kamis 17 Sep 2020 17:21 WIB

Bagaimana Kesiapan Jepang Hadapi Ancaman Maritim China?

Jepang memoles kekuatan militernya agar tangguh menghadapi ancaman di perairan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Jepang memoles kekuatan militernya agar tangguh menghadapi ancaman di perairan. Ilustrasi.
Foto: Wu Hong/EPA
Jepang memoles kekuatan militernya agar tangguh menghadapi ancaman di perairan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pada era Perang Dunia II, Jepang adalah negara yang memiliki angkatan laut terkuat di dunia serta paling besar dan modern di Samudra Pasifik. Armada maritim Negeri Matahari Terbit (Nippon Kaigun) bertempur melawan dua angkatan laut terbesar yakni Amerika Serikat (United States Navy) dan Inggris (Royal Navy).

Namun kini konstitusi telah melarang Jepang memiliki korps marinir dalam pengertian tradisional. Hal itu memaksa Jepang menyusun siasat dan strategi.

Baca Juga

Jepang sangat khawatir adanya invasi ke kepulauan mereka di selatan, terutama ke Kepulauan Ryukyu, yang membentang dari Kyushu hingga Taiwan. Sebagian besar pulau-pulau tersebut tidak memiliki kehadiran militer yang besar.

Jepang pun harus menangani potensi konflik dengan China di Kepulauan Senkaku. Kedua negara terlibat sengketa klaim di wilayah tersebut.

Menghadapi situasi demikian, seorang peneliti dari American Enterprise Institute Zack Cooper mengatakan perubahan memang harus diambil Jepang. Fokus lama mereka pada penggunaan kendaraan lapis baja dan artileri mesti diubah.

"Sekarang mereka harus benar-benar berputar 180 derajat, di mana persenjataan serta artileri tidak terlalu berguna dan mencari cara untuk turun ke pulau-pulau di selatan ini untuk menghadapi China," kata Cooper dikutip laman Business Insider baru-baru ini.

Pada 2018 Jepang telah membentuk Amphibious Rapid Deployment Brigade (ARDB). ARDB merupakan unit marinir pertama Jepang sejak Perang Dunia II. Brigade ini dimodelkan dan dilatih secara ekstensif dengan Korps Marinir AS, memberikannya akses ke beberapa doktrin dan metode pelatihan paling canggih yang tersedia.

Saat ini ARDB memiliki sekitar 3.000 tentara. ARDB dilengkapi dengan kendaraan serbu amfibi AAV-7 buatan AS dan kendaraan lapis baja ringan Komatsu. Jepang juga berencana mengakuisisi 17 MV-22 Ospreys untuk transportasi serta sejumlah kapal pendarat berpelindung udara.

ARDB turut didukung kapal Angkatan Laut Bela Diri Jepang terutama dua jenis kapal induk helikopter, beberapa di antaranya akan segera membawa jet F-35B. Kendati demikian, ARDB dipandang masih belum sepadan dengan kekuatan Korps Marinir China. Menurut Cooper, misi yang diemban dua jenis pasukan itu berbeda.

"Apa yang Jepang coba lakukan adalah melindungi pulau-pulau barat daya mereka. Upaya Jepang adalah kemampuan amfibi yang cukup terbatas, jauh lebih difokuskan pada kemampuan untuk memasok dan memperkuat pasukan yang ada di wilayah Jepang," kata Cooper.

ARDB dimaksudkan sebagai kekuatan pertahanan murni yang hanya akan menjadi salah satu bagian dari respons Jepang terhadap serangan di wilayahnya. Peneliti internasional senior dan pertahanan di think tank Rand Corporation Timothy Heath mengungkapkan ARDB merupakan kekuatan kecil dengan desain.

"ARDB tidak dirancang untuk melakukan sesuatu seperti merebut wilayah besar seperti Taiwan. Ini dirancang untuk berperang di Kepulauan Senkaku," ujar Heath.

China, di sisi lain, sedang mencoba menciptakan kekuatan amfibi yang lengkap. Mereka ingin memiliki pasukan dengan kemampuan mendarat dan mengatasi posisi musuh yang mengakar. Meski target utamanya selalu Selat Taiwan dan Laut China Selatan, Angkatan Laut China dan Korps Marinir China menyebar ke wilayah yang penting bagi kepentingan ekonomi China termasuk ke Samudra Hindia, Timur Tengah, dan Djibouti, satu-satunya pangkalan militer luar negeri China.

"Itu semua adalah area yang sangat membutuhkan keamanan China yang lebih besar atau bahkan perlindungan militer untuk beberapa investasi bernilai tinggi," kata Heath.

Dalam tiga tahun terakhir, anggota Korps Marinir China telah meningkat signifikan yakni dari 10 ribu personel menjadi antara 28 ribu dan 35 ribu personel. Beijing berencana merekrut 100 ribu anggota bagi korps marinirnya.

Saat ini Korps Marinir China memiliki tujuh brigade dan hadir di mana pun Angkatan Laut China beroperasi. Setiap brigade bersenjata lengkap, termasuk minimal dua batalion infanteri, satu resimen lapis baja, satu batalion howitzer, satu batalion misil, dan batalion pengintai amfibi pasukan khusus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement