REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo memperingatkan politisi di tingkat negara bagian dan lokal untuk mewaspadai propaganda dan kampanye spionase China. Menurut dia, praktik semacam itu telah dijalankan Beijing hingga ke tingkat kota di AS.
"Ketahuilah bahwa ketika Anda didekati oleh seorang diplomat China, kemungkinan besar tidak dalam semangat kerja sama atau persahabatan," kata Pompeo saat berbicara di gedung capitol Negara Bagian Wisconsin pada Rabu (23/9).
Dia mengungkapkan pemerintah federal tidak dapat mengawasi setiap bagian dari perilaku predator dan koersif tersebut. "Kami membutuhkan bantuan Anda. Melindungi kepentingan Amerika membutuhkan kewaspadaan, kewaspadaan yang dimulai dari Anda - dan semua legislator negara bagian, terlepas dari partainya,” katanya.
Pada kesempatan itu, Pompeo mengungkapkan bahwa Departemen Luar Negeri AS sedang meninjau kegiatan the U.S.-China Friendship Association and the China Council for the Promotion of Peaceful Reunification. Kedua organisasi itu dicurigai sedang berusaha menyebarkan pengaruh di kalangan politisi lokal, kelompok bisnis, bahkan sekolah di AS.
Pompeo menyebut kedua organisasi tersebut terkait dengan China’s United Front Work Department, sebuah organ dari Komite Sentral Partai Komunis China. Isu tentang spionase China telah dibangun pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Hal itu menjadi salah satu faktor yang membawa hubungan bilateral kedua negara ke titik terendah.
Pada Juli lalu, AS memerintahkan China untuk menutup gedung konsulatnya di Houston, Texas. Washington menuding tempat itu menjadi pusat kegiatan mata-mata. Beijing mengecam keras tuduhan dan penutupan tersebut.
Hanya beberapa hari berselang setelah peristiwa itu, China memerintahkan AS mengosongkan gedung konsulat jenderalnya yang berada di Chengdu. Menurut Beijing, ia memiliki hak untuk merespons secara setara penutupan konsulat jenderalnya di Houston.
Aksi saling balas penutupan gedung konsulat itu dipandang sebagai puncak dari memburuknya hubungan AS dan China. Sejauh ini, kedua negara masih terlibat perselisihan di berbagai isu seperti Taiwan, sengketa Laut China Selatan, dan situasi hak asasi manusia di Xinjiang.