REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ketua House of Representative Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi mengatakan Facebook bagian dari masalah dalam isu intervensi pemilihan umum. Pelosi mengatakan ia tidak menyukai jaringan sosial tersebut.
"Saya bukan penyuka Facebook, saya tidak tahu apa yang telah mereka lakukan. Tapi mereka bagian dari masalah," kata Pelosi dalam konferensi pers, Sabtu (14/11).
Sebelumnya Chief Executive Officer Facebook Mark Zuckerberg membela keputusan tidak menutup akun anak buah Donald Trump, Steve Bannon. Di hadapan stafnya, Zuckerberg mengatakan pelanggaran yang dilakukan mantan penasihat Trump itu belum cukup untuk Facebook menutup akunnya.
"Kami memiliki peraturan spesifik mengenai berapa kali Anda melanggar kebijakan kami sebelum kami menutup akun Anda sepenuhnya. Sementara pelanggaran di sini, saya pikir hampir menyentuh garis itu, tapi tidak sepenuhnya melewatinya," kata Zuckerberg, Jumat (13/11) kemarin.
Dalam sebuah video yang diunggah 5 November lalu Bannon mengatakan Direktur FBI Christopher Wray dan pakar penyakit menular pemerintah AS Anthony Fauci. Ia mengatakan sebab keduanya tidak loyal dengan Presiden AS Donald Trump yang kalah dalam pemilihan presiden pekan lalu.
"Saya akan letakkan kepala mereka di tombak, ya, saya akan letakkan di dua sudut Gedung Putih sebagai peringatan bagi birokrat federal, sebaiknya Anda mengikuti program atau pergi," kata Bannon dalam video tersebut.
Facebook menghapus video tersebut tapi membiarkan akun Bannon yang memiliki 175 ribu pengikut. Sementara Twitter sudah menutup akun Bannon pekan lalu untuk konten yang sama.
Juru bicara Facebook Andy Stone mengatakan perusahaannya akan melakukan tindakan lebih lanjut terhadap akun Bannon bila ada pelanggaran tambahan lainnya. Pada Jumat (6/11) lalu Facebook menutup jaringan akun terkait dengan Bannon.
Akun-akun tersebut membuat klaim-klaim tentang pemilihan presiden AS. Penutupan ini dilakukan setelah kelompok aktivis Avaaz memperingatkan media sosial terbesar di dunia tersebut. Avaaz mengatakan tujuh akun terbesar memiliki hampir 2,5 juta pengikut.
"(Facebook telah menutup) sejumlah klaster aktivitas yang menggunakan taktik perilaku tak otentik untuk mendorong secara artifisial jumlah orang yang menonton konten mereka," kata Stone, dilansir dari Reuters.