REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan kebijakan luar negeri Turki selama beberapa bulan terakhir agresif. Menurut dia AS dan Eropa perlu bekerja sama untuk menangani hal tersebut.
"Presiden Prancis Emmanuel Macron dan saya setuju bahwa tindakan Turki baru-baru ini sangat agresif," kata Pompeo saat diwawancara surat kabar Prancis Le Figaro, Senin (16/11). Dalam pernyataan tersebut, Pompeo merujuk pada dukungan Turki kepada Azerbaijan dalam konflik dengan Armenia di Nagorno-Karabakh serta gerakan militer di Libya dan Mediterania.
"Eropa dan AS harus bekerja sama untuk meyakinkan (Presiden Turki Recep Tayyip) Erdogan bahwa tindakan seperti itu tidak untuk kepentingan rakyatnya," kata Pompeo.
Pompeo mengatakan peningkatan penggunaan kemampuan militer Turki menjadi perhatian. Namun dia tidak mengatakan apakah Turki, yang menampung pasukan militer AS di Pangkalan Udara Incirlik, harus tetap di atau keluar dari Aliansi Atlantik Utara.
Turki memberi dukungan kepada Azerbaijan dalam konflik dengan Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh. Baru-baru ini, kedua negara telah menyepakati gencatan senjata. Azerbaijan merebut kembali sejumlah wilayah di Nagorno-Karabakh yang sebelumnya diduduki Armenia.
Ankara pun menyokong kekuatan Government of National Accord (GNA), yakni pemerintahan Libya yang diakui PBB. GNA terlibat konflik dengan Libyan National Army (LNA) pimpinan Jenderal Khalifa Haftar.
Bantuan Turki pun berhasil membuat GNA menguasai kembali daerah-daerah yang sebelumnya menjadi basis LNA. Salah satu wilayah yang direbut adalah Tarhuna, benteng terakhir LNA di Libya barat.
Turki juga tengah terlibat ketegangan dengan Yunani di Mediterania Timur. Masalah utama yang memicu hal itu adalah sengketa klaim dan hak eksplorasi sumber daya alam di wilayah terkait.