REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo telah melakukan pembicaraan dengan Menlu Turki Mevlut Cavusoglu pekan ini. Mereka membicarakan tentang keputusan Washington menjatuhkan sanksi kepada Ankara karena membeli sistem rudal S-400 buatan Rusia.
Pompeo menjelaskan kepada Cavusoglu bahwa pembelian sistem rudal S-400 oleh Turki membahayakan keamanan personel dan teknologi militer AS. Pembelian itu pun memungkinkan Rusia memperoleh akses ke angkatan bersenjata dan industri pertahanan Turki.
"Menteri (Pompeo) menekankan tujuan dari sanksi adalah untuk mencegah Rusia menerima pendapatan, akses, dan pengaruh yang besar. Sanksi tersebut tidak dimaksudkan untuk merusak kemampuan militer atau kesiapan tempur Turki atau sekutu atau mitra AS lainnya," kata Departemen Luar Negeri AS dalam keterangan yang dirilis pada Kamis (17/12).
Pompeo mendesak Turki menyelesaikan masalah pembelian S-400 dengan cara yang konsisten dengan sejarah kerja sama sektor pertahanan selama puluhan tahun. Ia pun meminta Turki berkomitmen kembali pada kewajibannya sebagai anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Salah satunya dengan membeli persenjataan yang dapat dioperasikan NATO.
Sebelumnya Cavusoglu mengatakan negaranya tidak akan membatalkan pembelian sistem rudal S-400. Dalam wawancara dengan Kanal 24 pada Kamis (17/12), Cavusoglu mengatakan sanksi yang dijatuhkan AS kepada Turki salah secara hukum dan politik. Menurutnya, langkah Washington merupakan serangan terhadap hak kedaulatan negaranya. Dia pun menyebut sanksi AS tidak akan berdampak pada Turki.
Pada Senin (14/12) lalu, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada Presidensi Industri Pertahanan Turki (SSB) karena membeli sistem rudal S-400. Sanksi dijatuhkan di bawah Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).
Wujud dari sanksi antara lain pelarangan semua lisensi ekspor AS dan otorisasi untuk SSB. AS pun akan membekukan aset dan menerapkan pembatasan visa terhadap Ismail Demir selaku presiden SSB. Terdapat tiga pejabat SSB lainnya yang turut menjadi target sanksi Washington.
Sistem rudal S-400 disebut lebih unggul dibandingkan US Patriot. Para ahli percaya S-400 dapat mendeteksi dan menembak jatuh target termasuk rudal balistik, jet musuh, serta pesawat nirawak (drone) hingga jarak 600 kilometer pada ketinggian antara 10 meter dan 27 kilometer. S-400 dapat melesat dengan kecepatan maksimum 17 ribu kilometer per jam, sedangkan US Patriot hanya 5.000 kilometer per jam.