Kamis 14 Jan 2021 14:19 WIB

Parler, Media Sosial Bagi Ekstrem Kanan Amerika

Ketertarikan terhadap aplikasi ini kian berkembang usai akun Twitter Trump ditutup.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Seseorang mencoba mengakses akun aplikasi Parler di ponselnya, di Hialeah, Florida, AS, 10 Januari 2021. Setelah Apple dan Google menghapus Parlour dari toko mereka, Amazon memberi tahu Parler bahwa itu akan memutus jaringan sosial dari cloud hostingnya layanan Amazon Web Services.
Foto:

Trump yang akun Twitter-nya ditutup pekan lalu tidak memiliki akun Parler, tapi tim kampanyenya memilikinya. Sekutu-sekutu Trump seperti pengacara Rudy Giuliani dan putra presiden Eric Trump juga bergabung dengan Parler.

Media-media konservatif seperti Epoch Times dan Breitbart News serta tokoh Partai Republik seperti Senator Ted Cruz juga memiliki akun di Parler. Bulan November lalu aktivis konservatif Rebekah Mercer mengonfirmasi ia dan keluarganya termasuk ayahnya Robert Mercer yang mendanai perusahaan tersebut.

Bulan Juni lalu pengamat politik dari sayap konservatif Dan Bongino mengatakan ia memiliki saham di perusahaan yang bermarkas di Las Vegas, Nevada tersebut. Kini Parler tidak dapat diakses.

Sejak Amazon Inc menghentikan layanan hosting-nya Parler tidak dapat diakses. Calon pengguna sudah tak dapat lagi mengunduh aplikasi Parler di App Store dan Google Play.

Apple dan perusahaan induk Google, Alphabets mengatakan Parler tidak berusaha mencegah unggahan yang memicu kekerasan. Keputusan ini diambil setelah pendukung Trump menyerbu dan merusak Capitol Hill pekan lalu.

Kini Parler menuntut Amazon, menuduh keputusan menutup Parler bermuatan politik. Amazon mengatakan gugatan tersebut tidak ada gunanya. Dalam korespondensi mengenai gugatan Parler, Amazon mencantumkan 98 contoh unggahan Parler 'yang jelas mendorong dan memicu kekerasan'.

Sementara Chief Executive Officer Parler John Matze mengatakan perusahaannya 'tidak menerima atau memaafkan' kekerasan di platform mereka. Kebijakan Parler memang melarang jenis konten tertentu seperti 'perang kata-kata' atau 'ancaman melukai' termasuk ancam terhadap individu atau kelompok tertentu.

Media sosial itu juga melarang unggahan-unggahan cabul dan pornografi. Dalam pendomannya mereka menyarankan pengguna 'untuk tidak membagikan rumor dengan sengaja mengenai pengguna atau orang lain bila sudah diketahui hal itu salah'.

Namun mereka tidak menyinggung kebijakan lain mengenai penyebaran informasi palsu. Para peneliti informasi palsu mengatakan sebelum penyerbuan Capitol Hill banyak kelompok ekstrem kanan yang menyebarkan retorika kekerasan di media sosial alternatif seperti Parler. Li

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement