Kamis 21 Jan 2021 19:10 WIB

Indonesia Harap Myanmar Bangun Situasi Kondusif di Rakhine

Situasi kondusif penting untuk mendukung proses repatriasi Rohingya.

Menlu Retno Marsudi.
Foto: Dok. Kemenlu
Menlu Retno Marsudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia berharap pemerintah Myanmar dapat segera menciptakan situasi yang kondusif di Negara Bagian Rakhine. Hal ini penting untuk mendukung proses repatriasi ratusan ribu warga etnis Rohingya dari kamp-kamp pengungsi di negara tetangga Bangladesh.

“Agar repatriasi yang sukarela, aman, dan bermartabat dapat segera dilakukan,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam pengarahan media usai pertemuan virtual para menlu ASEAN (AMM Retreat), Kamis (21/1).

Baca Juga

Selain itu, Indonesia juga meminta agar persiapan kerja penilaian kebutuhan komprehensif (comprehensive needs assessment/CNA) yang merupakan langkah lanjutan dari penilaian kebutuhan awal (preliminary needs assessment/PNA), dapat mulai dilakukan untuk mempersiapkan repatriasi.

Berdasarkan laporan Sekretaris Jenderal ASEAN, implementasi PNA sedang berlangsung dengan dua dari empat proyek prioritas telah memasuki tahap pelaksanaan. Sementara dua proyek lainnya masih dalam pembahasan.

Proposal proyek tambahan yang mencakup berbagai bidang, termasuk infrastruktur jalan, kesehatan, pendidikan, dan peternakan, juga sedang ditindaklanjuti oleh tim pendukung dari Sekretariat ASEAN dan pemerintah Myanmar.

Selain mempersiapkan penghidupan bagi warga Rohingya pada saat mereka telah kembali ke Myanmar, tujuan dari PNA adalah untuk menilai kesiapan pusat-pusat penerimaan dan transit, termasuk lokasi relokasi potensial yang telah diidentifikasi oleh pemerintah setempat. “Indonesia menekankan pentingnya kerja yang lebih keras agar implementasi (PNA) dapat lebih diintensifkan,” tutur Retno.

Dalam keterangan pers yang dirilis oleh Brunei Darussalam yang bertindak sebagai ketua ASEAN tahun ini, para menlu ASEAN menegaskan kembali dukungan untuk upaya Myanmar menciptakan perdamaian dan stabilitas, untuk mempromosikan harmoni dan rekonsiliasi di antara berbagai komunitas.  Hal itu juga penting untuk mempromosikan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di Negara Bagian Rakhine.

Lebih dari 730 ribu warga etnis Rohingya menyelamatkan diri dari Myanmar pada 2017 karena persekusi yang dilakukan oleh militer di Rakhine, negara bagian di mana mereka menetap.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), operasi militer itu didorong niat genosida atau pembunuhan massal---sebuah tuduhan yang dibantah oleh Myanmar. Mereka berdalih pasukannya hanya menargetkan kelompok ekstremis Rohingya yang menyerang markas kepolisian.

Di tengah pengaturan repatriasi yang berlangsung alot antara Myanmar dan Bangladesh, ribuan warga Rohingya menghadapi ancaman dipindahkan ke pulau terpencil dan rawan banjir di Bhasan Char, Teluk Benggala.

Sementara pengungsi Rohingya yang beragama Muslim menolak kembali ke Rakhine karena khawatir akan persekusi dan status kewarganegaraan mereka yang tidak diakui menurut undang-undang Myanmar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement