REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Empat universitas swasta Filipina membantah tuduhan pihak berwenang yang menyatakan mereka menjadi tempat perekrutan pemberontak sayap kiri. Bantahan ini disampaikan beberapa hari usai mahasiswa memprotes patroli penegak hukum di lingkungan kampus.
Pemerintahan Presiden Filipina Rodrigo Duterte meningkatkan upaya untuk mengakhiri pemberontakan kelompok sayap kiri penganut Maoisme. Pemberokak ini merupakan salah satu pemberontakan terbesar di dunia yang telah menewaskan 40 ribu orang.
Pekan lalu mahasiswa dan aktivis Filipina memprotes keputusan pemerintah untuk mengizinkan petugas keamanan berpatroli di kampus universitas terbesar di Filipina, University of the Philippines (UP). Pihak berwenang menuduh UP menjadi tempat perekrutan pemberontak.
Bulan ini Kementerian Pertahanan Filipina mengirimkan surat ke presiden UP. Mereka mengatakan sejumlah anggota Tentara Rakyat Baru, organisasi sayap partai komunis, yang tertangkap atau terbunuh operasi militer teridentifikasi sebagai mahasiswa UP.
Kepala gugus tugas anti-pemberontak Letnan Jenderal Antonio Parlade menunjuk Eastern University, De La Salle University, University of Santo Tomas, dan Ateneo De Manila University sebagai kampus-kampus yang menjadi tempat perekrutan Tentara Rakyat Baru. Ia mengatakan ada 18 kampus yang menjadi tempat perekrutan.
"Kami membantah pernyataan Jenderal Parlade dan menekankan institusi kami tidak mempromosikan atau membiarkan aktivitas perekrutan Tentara Rakyat Baru dan gerakan apa pun yang bertujuan menggulingkan pemerintahan dengan kekerasan," kata presiden empat universitas dalam pernyataan gabungan mereka, Ahad (24/1).
Dalam laporannya, PBB sudah memperingatkan melabelkan seseorang sebagai komunis atau teroris di Filipina saat itu memicu kekerasan. Sejak berkuasa 2016 lalu Duterte sudah berkali-kali menggelar perundingan damai dengan pemberontak komunis.