Senin 01 Feb 2021 06:57 WIB

AS Diperingatkan Potensi Lonjakan Kasus Varian Baru Corona

Pemerintah AS harus bersiap menghadapi lonjakan kasus varian baru SARS-Cov-2 ini.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Andi Nur Aminah
Dokter dan perawat mengelilingi pasien yang terpapar Covid-19 di Roseland Community Hospital, Chicago, Amerika Serikat.
Foto: Ashlee Rezin Garcia/Chicago Sun-Times via AP
Dokter dan perawat mengelilingi pasien yang terpapar Covid-19 di Roseland Community Hospital, Chicago, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penasihat kesehatan utama Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Michael Osterholm, memperingatkan tentang penyebaran varian SARS-Cov-2 penyebab Covid-19 di negara tersebut. Menurutnya, varian yang pertama kali ditemukan di Inggris itu berpotensi menjadi dominan di AS.

Osterholm, yang turut menjabat sebagai direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di Universitas Minnesota mengatakan, Pemerintah AS harus bersiap menghadapi lonjakan kasus varian baru SARS-Cov-2 asal Inggris. “Apa yang harus kita lakukan sekarang adalah mengantisipasi ini dan memahami bahwa kita harus berubah dengan cepat," katanya dalam acara NBC 'Meet the Press' pada Ahad (31/1).

Baca Juga

Varian baru SARS-Cov-2 yang ditemukan di Inggris disebut lebih mudah dan cepat menular. Namun, gejala atau penyakit yang ditimbulkan lebih ringan. Varian itu telah menyebar ke sejumlah negara Eropa, termasuk Asia. 

Dalam acara NBC, Osterholm turut menyinggung perlunya pemberlakuan kembali pembatasan sosial di beberapa wilayah AS. "Secepat kita membuka restoran, kita mungkin akan menutupnya dalam waktu dekat," ujar Osterholm.

Sejumlah daerah di AS, seperti California dan wilayah Illinois yang mencakup Chicago, mulai melonggarkan pembatasan sosial. Hal itu dilakukan setelah jumlah kasus baru Covid-19 yang tercatat menurun.

Saat ini, AS masih menjadi negara dengan jumlah kasus dan kematian terbanyak akibat Covid-19 di dunia. Menurut data John Hopkins University, AS mencatatkan 26,1 juta kasus dengan jumlah kematian melampaui 440 ribu jiwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement