Senin 22 Feb 2021 09:34 WIB

Menlu Inggris Bahas Krisis Myanmar di Dewan HAM PBB

Menlu Inggris menyebut situasi di Myanmar memburuk.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Seorang pengunjuk rasa wanita memberikan hormat tiga jari di depan polisi di Mandalay, Myanmar, Sabtu, 20 Februari 2021. Pasukan keamanan di Myanmar meningkatkan tekanan mereka terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta Sabtu, menggunakan meriam air, gas air mata, ketapel dan peluru karet melawan para demonstran dan pekerja dermaga yang mogok di Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu.
Foto: AP
Seorang pengunjuk rasa wanita memberikan hormat tiga jari di depan polisi di Mandalay, Myanmar, Sabtu, 20 Februari 2021. Pasukan keamanan di Myanmar meningkatkan tekanan mereka terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta Sabtu, menggunakan meriam air, gas air mata, ketapel dan peluru karet melawan para demonstran dan pekerja dermaga yang mogok di Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab akan membahas krisis di Myanmar dalam pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada Senin (22/2). Dia mencemaskan meningkatnya eskalasi menyusul gelombang demonstrasi menentang kudeta militer di negara tersebut. 

Dalam keterangan yang dirilis kantornya pada Ahad (21/2), Raab menyebut situasi di Myanmar kian memburuk. Menurutnya, hal itu menghadirkan peningkatan risiko bagi Rohingya dan etnis minoritas lainnya. 

Baca Juga

Dia meminta agar para pemrakarsa kudeta di Myanmar mundur dan membebaskan para pemimpin sipil yang ditahan, termasuk Aung San Suu Kyi. "Keinginan demokratis rakyat Myanmar harus dihormati," ujar Raab. 

Gelombang demonstrasi menentang kudeta militer di Myanmar terus berlanjut. Pada Sabtu (20/2) pekan lalu, unjuk rasa di Mandalay, kota terbesar di Myanmar, diwarnai aksi penembakan pasukan keamanan. Dua warga sipil dilaporkan tewas. 

Pada konferensi pers pada 16 Februari lalu, para jenderal Myanmar mengkliam bahwa mereka tidak melakukan kudeta. Tindakan pada 1 Februari lalu perlu diambil karena adanya kecurangan pemilu yang digelar November 2020. Militer Myanmar telah menegaskan akan menggelar pemilu baru. Namun, mereka tak menjelaskan kapan hal itu bakal dilaksanakan.

Baca juga : Tumbangkan Napoli, Atalanta Menyodok ke Empat Besar Serie A

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi belum tampil di muka publik sejak ditahan pada 1 Februari lalu. Kepolisian Myanmar telah menambahkan dakwaan baru padanya. Hal itu memungkinkan dia ditahan tanpa batas waktu tanpa pengadilan. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement