REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Polisi Myanmar melemparkan granat setrum dan melakukan tembakan peringatan ke udara untuk membubarkan demonstran yang menentang junta militer. Tindakan untuk membubarkan aksi protes dilakukan setelah televisi pemerintah mengumumkan, utusan Myanmar untuk PBB telah dipecat.
Polisi turun ke jalan dan membubarkan aksi protes di Yangon pada Ahad (28/2) pagi. Seorang saksi mata mengatakan, ratusan pengunjuk rasa yang mengenakan alat pelindung mulai berkumpul di jalan-jalan utama Kota Yangon. Polisi kemudian bergerak cepat untuk membubarkan mereka.
"Polisi melemparkan granat setrum ke arah kami. Kami harus lari dan bersembunyi, tapi saya keluar lagi dari persembunyian karena hari ini sangat penting. Jika kita semua keluar, mereka tidak bisa menang," ujar seorang pengunjuk rasa Myint Myat (29 tahun).
Polisi dan juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar terkait pembubaran demonstran tersebut. Sebelumnya, pada Sabtu (27/2), kerusuhan terjadi di kota-kota di seluruh Myanmar ketika polisi bergerak untuk membubarkan demonstran.
Polisi menembakkan gas air mata, meledakkan granat kejut, dan melakukan tembakan peringatan ke udara. Seorang saksi mata mengatakan, polisi berseragam dan petugas keamanan berpakaian preman menyerang beberapa orang dengan pentungan. 7Day News melaporkan, seorang wanita terkena tembakan dan terluka di pusat kota Monwya.
Pemimpin junta militer Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, pihak berwenang telah menggunakan kekuatan minimal untuk membubarkan pengunjuk rasa. Namun demikian, setidaknya tiga pengunjuk rasa telah tewas selama aksi protes berlangsung. Sementara tentara mengatakan, seorang polisi tewas dalam kerusuhan itu.
Televisi MRTV yang dikelola pemerintah mengatakan, lebih dari 470 orang telah ditangkap. Polisi menyatakan, mereka memberikan peringatan sebelum menggunakan granat setrum untuk membubarkan kerumunan.