Jumat 09 Apr 2021 08:56 WIB

Paspor Vaksin Covid-19 Palsu Dijual Daring Picu Kekhawatiran

Ada pasar besar paspor vaksin Covid-19 palsu untuk perjalanan

Red: Nur Aini
Vaksin Covid 19 (ilustrasi)
Foto:

Penjualan paspor vaksin palsu itu juga muncul di situs web reguler dan platform e-commerce, kata Chad Anderson, peneliti keamanan senior di DomainTools, yakni sebuah perusahaan intelijen penanganan ancaman dunia maya. Pekan lalu, 45 jaksa agung dari Amerika Serikat menandatangani surat yang meminta para pemimpin perusahaan Twitter, eBay, dan Shopify untuk segera mengambil tindakan guna mencegah platform mereka digunakan untuk menjual paspor palsu vaksin Covid-19.

"Penipuan pemasaran dan penjualan paspor vaksin Covid-19 palsu mengancam kesehatan komunitas kita, memperlambat kemajuan dalam melindungi penduduk kita dari virus corona, dan merupakan pelanggaran hukum di banyak negara bagian," demikian bunyi pernyataan dari para jaksa agung AS itu.

EBay mengatakan sedang mengambil tindakan signifikan untuk memblokir atau dengan cepat menghapus akun yang menawarkan dan menjual barang-barang kesehatan palsu, termasuk kartu bukti vaksin. Namun, Twitter dan Shopify tidak segera membalas permintaan komentar.

Beberapa hari sebelumnya, Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) mendesak masyarakat untuk tidak mengunggah foto kartu vaksinasi mereka di media sosial dan memperingatkan bahwa informasi tersebut dapat digunakan oleh penipu untuk memalsukan dokumen. Anderson dari DomainTools mengatakan memalsukan dokumen kertas merupakan hal yang "sangat mudah" dilakukan sekarang ini.

"Itu sepele, apalagi dengan alat pengedit yang kita miliki saat ini," ucapnya.

Vanunu dari Check Point mengatakan bahwa untuk mempersulit tindak pemalsuan, paspor atau sertifikat vaksin harus ditandatangani secara digital dengan kunci terenkripsi menggunakan sistem kode QR yang serupa dengan yang diadopsi di Israel. Setelah dipindai, kode tersebut akan mengungkapkan informasi vaksin serta nama pemegangnya agar dapat diperiksa dan dicocokkan dengan dokumen identitas. Namun, untuk sistem seperti itu dapat bekerja untuk perjalanan internasional, negara-negara harus mau berbagi data, katanya.

China, Bahrain, dan beberapa negara lain telah memperkenalkan paspor vaksin, sementara Korea Selatan dan Uni Eropa juga mengumumkan rencana pembuatan dokumen digital untuk tanda bukti seseorang telah divaksin. Namun, konsep tersebut menghadapi tentangan kuat di beberapa negara lain, termasuk Inggris, di mana lebih dari 70 anggota parlemen menggambarkan gagasan itu sebagai tindakan "memecah belah dan diskriminatif".

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement