Kamis 06 May 2021 13:50 WIB

AS Isyaratkan Dukung Vaksin tanpa Hak Paten

Pencabutan hak paten diyakini dapat mempercepat proses produksi massal vaksin.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden AS Joe Biden.
Foto:

Seusai pengumuman tersebut, saham perusahaan farmasi yang memproduksi vaksin Covid-19 dan disetujui di AS, yakni Moderna, Pfizer, BioNTech, serta Johnson & Johnson, merosot tajam. Kelompok perdagangan Pharmaceutical Research and Manufacturers of America (PhRMA) dengan cepat mengkritik dan memprotes pengumuman pemerintahan Biden. Mereka menilai langkah semacam itu hanya janji kosong yang tidak akan memperbaiki masalah distribusi vaksin.

"Keputusan ini tidak mengatasi tantangan nyata untuk mendapatkan lebih banyak dosis vaksin, termasuk distribusi jarak jauh dan ketersediaan bahan mentah yang terbatas," kata Presiden PhRMA Stephen Ubl.

Dia menjelaskan, produsen biofarmasi berkomitmen penuh untuk menyediakan akses global ke vaksin Covid-19. Mereka berkolaborasi dalam skala yang tak terbayangkan sebelumnya, termasuk lebih dari 200 manufaktur dan kemitraan lainnya hingga saat ini. “Industri biofarmasi memiliki tujuan yang sama untuk mendapatkan sebanyak mungkin orang divaksinasi secepat mungkin, dan kami berharap kami semua dapat kembali fokus pada tujuan bersama itu,” ucapnya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendorong produsen-produsen vaksin Covid-19 saat ini mengizinkan perusahaan lain memproduksi vaksin mereka. Hal tersebut disampaikan saat WTO sedang membahas tentang pengabaian hak paten vaksin guna meningkatkan pasokan ke negara-negara berkembang. “Sekretaris Jenderal sering menyerukan transfer teknologi dan berbagi pengetahuan dan lisensi sukarela atau berbagi lisensi,” kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, pada Rabu.

Afrika Selatan (Afsel) dan India diketahui telah mengajukan proposal ke WTO perihal pelepasan hak paten pada vaksin Covid-19. Hal itu guna memudahkan negara atau perusahaan lain melakukan proses produksi dan mencukupi kebutuhannya. Sebanyak 60 negara lain turut mensponsori proposal tersebut. Saat ini usulan itu tengah dibahas di WTO. Keputusan WTO didasarkan pada konsensus. Artinya 164 negara anggotanya harus setuju.

sumber : ap/reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement