Selasa 01 Jun 2021 09:25 WIB

Anak-Anak di Gaza Bertahan dengan Kondisi Mental Buruk

Hidup di Gaza berarti harus menghidupkan kembali trauma berkali-kali.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Karta Raharja Ucu
Anak-anak berkumpul di samping kawah tempat rumah Ramez al-Masri dihancurkan oleh serangan udara sebelum gencatan senjata tercapai setelah perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel, Minggu, 23 Mei 2021, di Beit Hanoun. , Jalur Gaza utara.
Foto:

Seperti banyak ibu di Gaza, Shehada dan putrinya membutuhkan rehabilitasi psikologis. Sayangnya, layanan dukungan kesehatan mental di Gaza tidak banyak sehingga banyak anak yang menderita trauma sepanjang hidupnya karena perang.

Reem Jarjour (30 tahun) yang merupakan pekerja sosial mengatakan dia telah berjuang melawan trauma. “Anak-anak sangat terpengaruh dari kesehatan mental orang tuanya. Jadi, saya dan suami berusaha keras untuk menyembunyikan trauma kami di depan mereka,” ujar dia.

photo
Anak-anak berkumpul di samping kawah tempat rumah Ramez al-Masri dihancurkan oleh serangan udara sebelum gencatan senjata tercapai setelah perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel, Minggu, 23 Mei 2021, di Beit Hanoun. , Jalur Gaza utara. - ( AP / John Minchillo)

Jarjour mencoba mengaplikasi semua hal yang ia pelajari sebagai pekerja sosial. Misal, membuat anak-anak sibuk dengan beragam kegiatan. Namun, cara tersebut kata dia tidak berhasil.

Selama serangan berlangsung, Jarjour dan suaminya memutuskan untuk tidur bersama anak-anaknya. Mereka terus mencoba menghibur anak-anaknya.

“Saya tidak pernah meninggalkan mereka sendirian. Tetapi saya tahu dengan melihat ke mata mereka bahwa mereka takut. Anak-anak tahu semua yang terjadi di sekitar mereka,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement