Kamis 15 Jul 2021 02:50 WIB

Wanita Malaysia Gugat Pemerintah atas Aturan Kewarganegaraan

Mantan atlet squash Malaysia menggugat aturan kewarganegaraan yang menurutnya seksis

Rep: Puti Almas/ Red: Christiyaningsih
Ilustrasi bendera Malaysia. Mantan atlet squash Malaysia menggugat aturan kewarganegaraan yang menurutnya seksis.
Foto:

Sejumlah pengacara mengatakan kemenangan dari para penggugat dalam hal ini dapat berimplikasi terhadap puluhan ribu keluarga dwinegara. Kondisi tersebut sekaligus meningkatkan tekanan bagi negara lain untuk mereformasi undang-undang.

Masalah kerap muncul saat anak-anak lahir di luar negeri dari seorang ibu asal Malaysia yang menikah dengan warga asing. Meski pria Malaysia dapat secara otomatis memberi kewarganegaraan kepada anak yang lahir di luar negeri, perempuan tidak menikmati hak yang sama.

“Situasi yang memalukan ini masih ada pada 2021,” kata pengacara Joshua Andran. Menurutnya undang-undang yang diterapkan Malaysia dapat memiliki konsekuensi tragis.

Beberapa perempuan akhirnya terjebak dalam pernikahan yang penuh kekerasan karena takut akan kehilangan hak asuh atas anak-anak mereka. Sementara yang lain mungkin berakhir terpisah dari anak-anak mereka jika pernikahan berakhir.

Andran mengatakan pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini telah menggarisbawahi urgensi penyelesaian masalah. Ia menyebut beberapa ibu di luar negeri tidak dapat kembali ke rumah karena pembatasan masuk pada warga negara asing, termasuk anak-anak mereka.

“Hukum adalah produk dari sistem patriarki. Kerusakan yang disebabkan oleh keluarga-keluarga ini sangat signifikan,” jelas Andran.

Anak-anak seperti Michael tidak memiliki hak yang sama atas pendidikan dan perawatan kesehatan gratis seperti anak-anak dengan kewarganegaraan Malaysia. Pandemi telah mempersulit perpanjangan visa.

Banyak perempuan dengan masalah serupa mengatakan biaya sekolah, asuransi kesehatan, dan biaya visa dapat menciptakan beban keuangan yang serius bagi keluarga. Hal ini sering menghalangi mereka untuk kembali, seperti halnya ketakutan bahwa anak-anak mereka harus meninggalkan negara itu setelah mereka dewasa.

Pada Mei lalu, Pemerintah Malaysia meminta Pengadilan Tinggi untuk membatalkan gugatan perempuan tersebut, dengan menganggapnya sebagai sesuatu yang sembrono. Namun, hakim memutuskan gugatan itu adalah masalah penting dan mengatakan pemerintah harus memberi pembenaran atas diskriminasi yang terlihat.

Saat ini Pemerintah Malaysia mengajukan banding atas putusan tersebut. Kasus diperkirakan akan kembali disidangkan pada bulan depan.

Family Frontiers, organisasi yang menjadi salah satu penggugat dalam kasus ini, mengatakan jumlah keluarga dwinegara meningkat setiap tahun dan hukum perlu menyesuaikan. Pihaknya menekankan tidak masuk akal adanya aturan yang mempersulit warga, secara khusus dalam hal ini perempuan.

“Tidak masuk akal bagi pemerintah untuk mempersulit wanita profesional untuk kembali ke rumah pada saat negara ingin membalikkan keadaan yang menguras otak,” kata juru bicara Family Frontiers Chee Yoke Ling.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement