Kamis 22 Jul 2021 15:34 WIB

Peringatan Keras dari Banjir China Hingga Jerman

Banjir tersebut memberi pesan kuat bahwa perubahan iklim nyata adanya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Situasi banjir di Zhengzhou, China, Rabu (21/7).
Foto:

Ia mengatakan, fokus pada 'langkah-langkah penghijauan' harus ditingkatkan. Seperti membangun polder untuk mencegah air bergerak terlalu cepat. Polder adalah sebidang tanah rendah, dikelilingi tanggul sehingga tidak ada kontak air dari daerah luar selain yang dialirkan melalui perangkat manual. "Namun ketika terjadi hujan yang benar-benar lebat, semua itu tidak akan membantu, sehingga kami perlu belajar hidup dengan itu," katanya.

Kebijakan seperti memperkuat tanggul, membangun rumah, jalanan dan infrastruktur kota yang tahan perubahan iklim akan memakan biaya miliaran dolar AS. Namun rekaman video orang-0rang yang berjuang hidup di dalam subway terendam di Zhengzhou atau tangisan warga kota-kota Jerman di tengah-tengah puing rumah mereka menegaskan uang tidak berarti.

"Ini mengejutkan dan harus saya katakan, menakutkan, seperti kota hantu, tidak ada siapa-siapa, hanya puing-puing dan tidak dapat dibayangkan ini terjadi di Jerman," kata sopir Palang Merah John Butschkowski yang terlibat proses penyelamatan di Jerman.

Ilmuwan perubahan iklim dan cuaca di  Singapore University of Social Sciences, Koh Tieh-Yong mengatakan harus ada asesmen terhadap sungai dan sistem perairan di wilayah-wilayah rentan pada perubahan iklim. Seperti perkotaan dan ladang. "Banjir biasanya terjadi akibat dua faktor kombinasi, satu hujan lebih lebat dari biasanya dan dua ketidakcukupan kapasitas sungai untuk memecah air hujan yang terkumpul," katanya.

Bencana di China dan Eropa terjadi di periode hujan lebat yang tidak sewajarnya. Jumlah air hujan yang mengguyur China selama tiga hari setara dengan hujan yang harusnya turun selama satu tahun.

Setelah mengalami bencana banjir parah dalam beberapa dekade terakhir. Pinggir sungai-sungai besar di Jerman seperti Rhine dan Elbe sudah diperkuat. Tapi cuaca ekstrem pekan lalu membuat aliran air di anak sungai seperti Ahr dan Swist menjadi menakutkan.

Para ilmuwan memperkirakan tidak adanya bendungan besar atau tempat evakuasi air yang cukup di kota-kota besar di Cina yang mengubah daya tampung Sungai Kuning. Salah satu faktor yang menyebabkan bencana banjir.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement