Sabtu 24 Jul 2021 06:13 WIB

Jerman Darurat Kelola Sampah Usai Banjir

Sampah rumah tangga akibat banjir timbulkan bau busuk di jalanan kota Jerman.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
 Para pekerja berjalan melalui pusat kota di Bad Muenstereifel, Jerman barat, Minggu, 18 Juli 2021. Hujan deras menyebabkan tanah longsor dan banjir di bagian barat Jerman. Banyak orang meninggal dan hilang saat banjir parah di Jerman dan Belgia mengubah aliran sungai dan jalan-jalan menjadi arus deras yang dipenuhi puing-puing yang menyapu mobil dan merobohkan rumah.
Foto: AP/Oliver Berg/DPA
Para pekerja berjalan melalui pusat kota di Bad Muenstereifel, Jerman barat, Minggu, 18 Juli 2021. Hujan deras menyebabkan tanah longsor dan banjir di bagian barat Jerman. Banyak orang meninggal dan hilang saat banjir parah di Jerman dan Belgia mengubah aliran sungai dan jalan-jalan menjadi arus deras yang dipenuhi puing-puing yang menyapu mobil dan merobohkan rumah.

REPUBLIKA.CO.ID, BAD NEUENAHR -- Banjir terparah di Jerman dalam 60 tahun telah menciptakan tumpukan sampah, mulai dari lemari es hingga mobil yang rusak. Barang-barang itu menumpuk di pinggir jalan dan di tempat pembuangan sementara.

Negara yang mempelopori pengelolaan limbah modern sedang berjuang untuk mengatasi puluhan ribu ton puing-puing yang berserakan di kota-kota dan desa-desa di Rhinelands barat setelah banjir 24 jam terberat yang pernah tercatat. Seminggu berlalu, banyak sampah telah dikumpulkan menjadi tumpukan sehingga jalanan bisa dilalui atau diangkut ke tempat pembuangan sementara.

Baca Juga

Bagi penduduk di Bad Neuenahr, pusat penanaman anggur di Rhineland-Palatinate yang merupakan salah satu kota yang paling parah terkena dampak, Hans-Peter Bleken, operasi pembersihan yang dipimpin oleh pemadam kebakaran dan tentara telah menjadi bantuan yang brilian. "Masalah besar berikutnya adalah tumpukan besar sampah rumah tangga," katanya, menyinggung bau busuk sisa makanan ada di mana-mana.

"Kami telah mengalahkan corona, tetapi jika sekarang kami mendapatkan bakteri, tikus, dan lebih banyak virus, itu akan menjadi masalah kami," ujar Bleken.

Jerman memelopori pengelolaan sampah modern pada 1970-an, memperkenalkan konsep pemisahan sampah untuk didaur ulang, dibakar, atau ke tempat pembuangan akhir. Namun jumlah sampah jauh lebih banyak daripada yang dapat diatasi oleh industri pengelolaan limbah.

Perusahaan konstruksi dan petani membantu memindahkan puing-puing. Hanya saja, dengan fasilitas penyimpanan yang penuh, tempat pembuangan sementara harus ditemukan.

“Tantangan terbesar adalah jumlah sampah yang sangat besar. Jumlahnya tidak terbayangkan," ujar juru bicara Remondis, perusahaan pengelolaan sampah swasta terbesar di Jerman, Anna Ephan.

Negara bagian Rhine-Westphalia Utara yang paling padat penduduknya di Jerman, gubernur Armin Laschet mengatakan tidak mungkin membuang semua limbah secara lokal. "Kami membutuhkan bantuan yang lebih luas," ujarnya.

Kota terbesar di negara bagian, Cologne, telah mengeluarkan seruan di Facebook untuk membantu membersihkan jumlah yang tidak terbayangkan dari tumpukan sampah. "Wila dan rumah tangga yang terkena dampak membutuhkan dukungan mendesak untuk segera mengatasi tugas ini, karena infrastruktur kami yang ada sudah habis," bunyi seruan tersebut, yang menyertakan nomor hotline yang dapat dihubungi.

Sebagian besar sampah harus dibakar, tetapi dengan fasilitas kota dan komersial yang hampir habis sebelum bencana banjir, hanya ada sedikit kapasitas cadangan. "Ini datang di atas semua sampah yang sudah kami proses dan ini tidak terduga," kata Bernhard Schodrowski dari asosiasi industri pengelolaan limbah BDE.

Schodrowski mengatakan, ada tantangan besar untuk menyimpan sampah dengan aman guna meminimalkan risiko penyakit. Sementara banyak perusahaan di sektor ini juga berjuang untuk memulihkan pasokan air bersih dan memperbaiki sistem pembuangan limbah.

“Kami berharap tetapi itu akan menjadi pertanyaan berminggu-minggu sebelum kami dapat menguasai tantangan ini,” kata Schodrowski, dilansir dari Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement