Yanyi pernah meladeni wawancara dengan saluran televisi Amerika Serikat, NBC, di WIV pada tahun lalu. Kesempatan seperti ini sangat langka bagi media barat. Saat itu, ia mengatakan bahwa sangat disayangkan laboratoriumnya menjadi sasaran "kambing hitam" asal muasal SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
"Setiap orang pasti akan merasa sangat marah atau disalahpahami ketika menjadi sasaran tuduhan yang tidak beralasan atau jahat saat mereka melakukan penelitian dan pekerjaan terkait dalam perang melawan virus," kata Yanyi saat itu.
Dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Pemerintah China. CGTN, Yanyi juga menolak tuduhan asal usul Covid-19 dari WIV. Ia menyebut tuduhan tersebut adalah sebuah rekayasa murni. Perempuan kepala WIV itu mengatakan, para ilmuwan di sana sama seperti orang lainnya, tidak tahu virus itu ada.
"Bagaimana bisa itu bocor dari laboratorium kalau kami tidak pernah memilikinya?" kata Yanyi.
Awal bulan ini, USRTK juga mengungkapkan bagaimana WIV berulang kali memblokir akses bagi diplomat Amerika Serikat yang ingin berkunjung. Setidaknya, dalam dua kesempatan, laboratorium menolak permintaan dari Konsul Jenderal Amerika Serikat untuk berkunjung hanya beberapa bulan sebelum para diplomat membunyikan alarm tentang keamanan di sana.
Departemen Luar Negeri AS disebut pernah menawarkan pertemuan informal sehingga dapat mengatur pertemuan remsi dari Konsul Jenderal. Namun, hanya 24 jam sebelum pertemuan dilakukan, WIV tiba-tiba membatalkan kunjungan tersebut.
Pada Maret, e-mail yang ditemukan oleh USRTK menemukan bahwa para ilmuwan laboratorim Wuhan berusaha untuk mengubah nama virus corona jenis baru. Pesan yang diperoleh menunjukkan bahwa para ilmuwan berpendapat bahwa nama virus itu adalah masalah penting bagi Negeri Tirai Bambu, karena ini disebut akan menjadi ajang "sepak bola politik".
SARS-CoV-2 hingga saat ini diyakini berasal dari Wuhan, kota yang menjadi tempat pertama kali virus ini ditemukan pada Desember 2019. Namun, asal-usul virus yang sebenarnya masih diselimuti misteri, sementara penyelidikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah dilakukan namun belum menemukan kesimpulan.