REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) memulihkan hotline komunikasi dengan Korea Selatan (Korsel) pada Senin (4/10). Ini merupakan langkah rekonsiliasi kecil dalam upaya untuk meningkatkan hubungan antara Korea.
Pyongyang memiliki sejarah menggunakan hotline komunikasi sebagai alat tawar-menawar dalam berurusan dengan Seoul. Petugas penghubung Korut telah menjawab panggilan telepon dari Korsel melalui saluran pemerintah dan militer lintas batas untuk pertama kalinya dalam hampir dua bulan.
"Lama tidak berbincang. Kami sangat senang karena saluran komunikasi telah dipulihkan seperti ini. Kami berharap hubungan (Korea) Selatan- (Korea) Utara akan berkembang ke tingkat yang baru,” kata seorang pejabat Seoul selama percakapan telepon dengan mitranya dari Korut.
Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan, pada saluran militer terpisah, Korut dan Korsel bertukar informasi tentang kegiatan penangkapan ikan di sepanjang perbatasan laut barat yang disengketakan untuk mencegah pertempuran serupa. Diketahui beberapa tahun terakhir terjadi pertempuran laut berdarah antar-Korea di sepanjang perbatasan laut yang disengketakan tersebut. Kementerian Pertahanan Korsel berharap pemulihan hotline akan membantu mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.
Hotline komunikasi adalah saluran telepon dan faks yang digunakan Korsel dan Korut untuk mengatur pertemuan, mengatur penyeberangan perbatasan, dan menghindari bentrokan yang tidak disengaja. Hotline komunikasi tersebut tidak aktif selama lebih dari setahun karena Korut memutus hubungan sebagai tanggapan atas kampanye selebaran propaganda dari Korsel.
Komunikasi sempat dihidupkan kembali selama sekitar dua pekan pada musim panas ini. Namun Korut kembali menolak untuk bertukar pesan setelah Seoul mengadakan latihan militer tahunan dengan Washington. Pyongyang menilai latihan militer gabungan tersebut sebagai latihan invasi.
Pekan lalu, Pemimpin Korut Kim Jong-un menyatakan kesediaannya untuk mengaktifkan kembali saluran komunikasi. Dia ingin mewujudkan keinginan rakyat Korea untuk mempromosikan perdamaian di semenanjung.
Beberapa ahli mempertanyakan ketulusan Korut untuk membuka kembali hotline komunikasi. Beberapa hari terakhir, Korut telah melakukan uji coba rudal untuk pertama kalinya setelah enam bulan.
Para ahli mengatakan Korut sedang mencoba menggunakan keinginan Korsel untuk meningkatkan hubungan dan meyakinkan Amerika Serikat (AS) agar melonggarkan hukuman sanksi ekonomi. Sementara para ahli lainnya mengatakan Korut ingin Korsel tidak mengkritik uji coba rudal balistiknya, sebagai bagian dari upaya untuk menerima pengakuan internasional sebagai negara senjata nuklir.
“Pihak berwenang Korsel harus melakukan upaya positif untuk menempatkan hubungan (Korea) Utara-(Korea) Selatan di jalur yang benar dan menyelesaikan tugas-tugas penting yang harus diprioritaskan untuk membuka prospek cerah di masa depan, mengingat makna pemulihan jalur komunikasi," kata Kantor Berita Pusat Korea Utara sebelum pemulihan hotline.
Terlepas dari serangkaian uji coba senjata belum lama ini, Korut masih mempertahankan moratorium pengujian rudal jarak jauh yang dapat mengancam AS. Ini merupakam sebuah indikasi bahwa Korut tidak ingin menggagalkan prospek diplomasi masa depan dengan AS.