REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China berharap agar Korea Utara dapat melanjutkan dialog dengan Korea Selatan guna mencegah konfrontasi lanjutan di semenanjung Korea.
"Sangat penting untuk menghentikan aksi penangkalan serangan militer (deterrence) agar keluar dari konfrontasi. Caranya adalah dengan melanjutkan dialog dan negosiasi, mengatasi masalah keamanan semua pihak terutama pihak Korea Utara dan mendorong penyelesaian politik atas masalah Semenanjung Korea," kata Menteri Luar Negeri, Wang Yi dalam konferensi pers soal "Kebijakan diplomasi dan hubungan luar negeri China" di Beijing, China Kamis, (7/3/2024).
Posisi China, dalam masalah Semenanjung Korea, menurut Wang Yi, konsisten dan fokus untuk upaya mencapai perdamaian dan stabilitas jangka panjang di kawasan Semenanjung Korea. "Saat ini, situasi di Semenanjung Korea menjadi semakin tegang, dan hal ini tidak kami inginkan. Dunia sudah cukup ricuh dan tidak boleh ada tambahan perang di Semenanjung Korea," tambah Wang Yi.
Wang Yi menyebut siapapun yang ingin memanfaatkan isu Semenanjung Korea untuk mengembalikan konfrontasi seperti pada masa Perang Dingin harus memikul tanggung jawab sejarah. Termasuk siapapun yang ingin merusak perdamaian dan stabilitas regional akan menanggung akibat yang sangat besar.
"Akar permasalahan Semenanjung Korea yang berlarut-larut jelas yaitu sisa-sisa Perang Dingin masih ada, tidak pernah ada mekanisme perdamaian yang dibangun dan tidak ada solusi mendasar terhadap masalah keamanan tersebut," ungkap Wang Yi.
Ia mengatakan solusi untuk Semenanjung Korea sudah tersedia yaitu gagasan "dual track progress" dan prinsip "phased and synchronized" yang diusulkan China. Terbaru, Korut menembakkan sekitar 200 peluru artileri ke perairan lepas pantai baratnya pada Januari 2024. Hal itu menyebabkan pemerintah Korsel meminta penduduk Pulau Baengnyeong dan Pulau Yeonpyeong diperintahkan untuk mengungsi.
Aksi tersebut merupakan serangan terbaru setelah Korut membatalkan perjanjian militer antar-Korea 2018 pada November. Kepala Staf Gabungan (JCS) Korsel mengatakan pihaknya mendeteksi ada tembakan artileri dari Tanjung Jangsan dan Tanjung Deungsan, dua-duanya berada di wilayah pesisir barat daya Korut, mulai pukul 09.00 hingga 11.00 pagi waktu setempat.
Artileri itu jatuh ke zona penyangga maritim di utara Garis Batas Utara (NLL), perbatasan maritim de facto dengan Laut Kuning. Zona penyangga tersebut berada di bawah perjanjian militer antar-Korea yang ditandatangani pada 19 September 2018 untuk meredakan ketegangan di perbatasan.
Militer Korsel berencana mengadakan latihan menembak di pulau-pulau perbatasan barat laut di Laut Kuning pada waktu yang akan datang sebagai tanggapan atas tembakan artileri Korut, menurut para pejabat.
November tahun lalu, Korut secara sepihak membatalkan perjanjian 2018 setelah Seoul menangguhkan sebagian kesepakatan itu sebagai protes atas keberhasilan peluncuran satelit mata-mata militer Korut.