Rabu 13 Oct 2021 14:16 WIB

Air di Gaza Telah Tercemar dan Mengandung Racun

Gaza mengalami krisis air bersih yang berdampak cukup signifikan terhadap warganya

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Seorang pemuda Palestina berjalan di antara puing-puing sebuah bangunan yang runtuh setelah terkena serangan udara selama perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel Mei lalu, di Kamp Pengungsi Maghazi, Jalur Gaza tengah, Senin, 12 Juli 2021. Gaza mengalami krisis air bersih yang berdampak cukup signifikan terhadap warganya.
Foto:

Seorang ahli air yang berbasis di Gaza, Ramzy Ahel, menerangkan pembicaraan tentang krisis air dimulai pada 2012 ketika PBB mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Gaza akan menjadi tempat yang tidak layak huni pada 2020.  Sembilan tahun sejak pembicaraan krisis air dimulai, angka dan statistik menunjukkan fakta mengerikan tentang situasi air di Jalur Gaza.

“Semua strategi pembangunan ditunda dan satu-satunya akuifer dari jalur tersebut telah lumpuh selama bertahun-tahun. Tidak ada alternatif, tidak ada sungai atau lembah di Jalur Gaza untuk menghentikan krisis air," ujar Ahel.

Ahel setuj situasi putus asa diperkuat oleh pengepungan Gaza selama 14 tahun oleh Israel. Menurutnya, blokade yang melumpuhkan di Gaza semakin memperburuk masalah.  

"Kami belum dapat membawa peralatan untuk pembangunan pabrik desalinasi pusat selama bertahun-tahun. Satu-satunya pabrik desalinasi juga rusak selama serangan di Gaza (pada Mei)," kata Ahel.

Ahel menuduh Israel membuang air limbah ke Gaza dan memutus arus listrik yang berkelanjutan. Ahel mengatakan pabrik desalinasi dan pengolahan limbah membutuhkan arus listrik yang konstan. Krisis listrik akut juga menghambat pengoperasian sumur air dan pabrik pengolahan limbah yang menyebabkan 80 persen limbah Gaza yang tidak diolah dibuang ke laut. Sementara 20 persen merembes ke bawah tanah.

"Ada kebutuhan mendesak untuk sikap serius PBB dan komunitas internasional untuk menyelamatkan Jalur Gaza yang telah menjadi tempat tidak layak huni," kata Ahel.

Kepala komunikasi di Euro-Med Monitor, Muhammed Shehada, mengatakan sekitar seperempat penyebaran penyakit di Gaza disebabkan oleh polusi air. Sementara 12 persen kematian anak kecil terkait dengan infeksi usus akibat air yang terkontaminasi.

Shehada menambahkan serangan 11 hari Israel di Gaza pada Mei lalu sangat memengaruhi infrastruktur air dasar dan memperburuk krisis di daerah tersebut. Otoritas kota Gaza menyebut 290 fasilitas pasokan air, termasuk satu-satunya pabrik desalinasi di Gaza utara, rusak selama serangan itu. Jaringan pembuangan limbah juga hancur dan jalan-jalan dipenuhi dengan air kotor.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat salinitas dan nitrat di air tanah Gaza telah berada di atas pedoman untuk air minum yang aman. Sekitar 50 persen anak-anak Gaza menderita infeksi yang berhubungan dengan air.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement