REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Kepala Pasukan Quds Iran, Brigadir Jenderal Esmail Ghaani, tiba di Baghdad pada Ahad (7/11). Dia bertemu dengan Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi yang kediamannya diserang pada hari yang sama.
Stasiun TV pro-Iran, al-Mayadeen, melaporkan jalannya pertemuan pada Senin (8/11) dengan mengutip sumber anonim. Televisi itu menyebut Ghaani mendesak agar tindakan apa pun yang mengancam keamanan Irak tidak dilakukan. Hal itu ia sampaikan selama pertemuannya dengan al-Kadhimi dan tokoh Irak lainnya.
Dia menekankan perlunya memenuhi tuntutan rakyat dan pengunjuk rasa secara legal. Pernyataan ini mengacu pada pendukung milisi yang didukung Iran yang memperebutkan hasil pemilihan bulan lalu.
Pasukan Quds, yang dipimpin Ghaani, adalah lengan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran yang mengendalikan milisi sekutunya di luar negeri, termasuk di Irak. Mengutip pejabat keamanan Irak dan sumber yang dekat dengan milisi yang didukung Iran, Reuters melaporkan serangan terhadap al-Kadhimi dilakukan oleh setidaknya satu kelompok milisi yang didukung Iran menggunakan drone dan bahan peledak buatan Iran.
Al-Kadhimi lolos tanpa cedera setelah sebuah pesawat nirawak yang sarat dengan bahan peledak menargetkan kediamannya di Baghdad akhir pekan pagi. Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Serangan terhadap al-Kadhimi terjadi dua hari setelah bentrokan di Baghdad antara pasukan pemerintah dan pendukung kelompok yang didukung Iran. Kelompok ini kehilangan sekitar dua pertiga kursi parlemen mereka setelah pemungutan suara 10 Oktober.
"Apa yang tidak dimenangkan oleh pasukan pro-Iran di kotak suara, mereka coba lakukan melalui intimidasi dan eskalasi,” kata rekan senior di Foundation for Defense of Democracies yang berbasis di Washington, Behnam Ben Taleblu.
Al-Kadhimi mengatakan mereka yang berada di balik serangan itu terkenal dan akan diungkap. "Penggunaan pesawat nirawak, ditambah dengan latar belakang politik protes harus menjadi petunjuk mati tentang siapa yang berada di balik serangan itu," kata Ben Taleblu yang merujuk pada Iran.