Sabtu 13 Nov 2021 11:38 WIB

Negosiasi Batu Bara di KTT Iklim Masih Buntu

Negosiasi soal konsumsi batu bara dan kompensasi negara kaya masih menemui kebuntuan

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Boris Johnson dari Inggris berbicara, selama upacara pembukaan KTT COP26 di Glasgow, Senin, 1 November 2021. Negosiasi soal konsumsi batu bara dan kompensasi negara kaya masih menemui kebuntuan.
Foto:

Tiga poin yang membuat banyak pihak tidak senang yakni uang, batu bara, dan waktu. Masalah utamanya adalah bantuan keuangan untuk negara-negara miskin dalam menghadapi perubahan iklim.

Negara-negara kaya gagal memenuhi janji menggelontorkan bantuan tahunan sebesar 100 miliar dolar AS yang seharusnya dimulai 2020. Hal ini menyebabkan negara-negara berkembang datang ke negosiasi dalam keadaan marah.

Rancangan Jumat pagi mencerminkan kekhawatiran tersebut, mengungkapkan 'penyesalan mendalam' target 100 miliar dolar AS belum terpenuhi. Rancangan itu juga meminta negara-negara kaya menaikkan skala anggaran mereka untuk negara miskin mengurangi emisi dan beradaptasi dengan perubahan iklim, masalah yang juga dihadapi negara berkembang. Negara miskin mengatakan penyesalan saja tidak cukup.

"Jangan sebut mereka negara pendonor, mereka penghasil polusi, mereka berutang uang," kata ilmuwan iklim dan pakar kebijakan dari International Centre for Climate Change and Development di Bangladesh, Saleemul Huq.

Rancangan itu juga mengajukan penciptaan anggaran untuk mengganti kerugian dan kerusakan. Tujuannya adalah membantu negara-negara miskin memiliki sumber bantuan ketika mereka mengalami dampak menghancurkan perubahan iklim.

Namun negara-negara kaya seperti AS menentang setiap kewajiban hukum untuk memberikan kompensasi ke negara miskin. Padahal AS adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.

Namun White dari Gabon mengatakan negara-negara kaya terutama AS dan Uni Eropa mengatakan mereka belum siap. "Mereka mengatakan kami tidak akan pernah sepakat dengan itu, itu tidak akan bekerja, terlalu rumit," katanya.

Adow dari Power Shift Africa menganalogikan proposal anggaran tersebut seperti membuka rekening bank. "Kami tidak perlu mendorong uang ke rekening itu sekarang, kami hanya perlu membuka rekening," katanya.

Negosiator yang mewakili aliansi negara-negara pulau kecil di COP26, Lia Nicholson, mengatakan proposal itu seperti 'gajah di ruangan'. Ia mengatakan posisi negara-negara berkembang dan China 'bersatu' pada hal ini tapi negara kaya 'memukul mundur' proposal tersebut dengan keras.

"Negara-negara kepulauan kecil tidak bisa selalu diminta mengkompromikan kepentingan kami demi mencapai konsensus,” katanya.

Rancangan pada Jumat juga meminta negara-negara mempercepat menghentikan penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara yang tidak berkurang dan subsidi tidak efisien energi fosil. Rancangan sebelumnya pada Rabu (10/11) lebih keras.

Rancangan itu meminta negara-negara untuk mempercepat menghentikan pemakaian batu bara dan mensubsidi bahan bakar fosil. Kerry mengatakan Washington mendukung kata-kata yang sekarang digunakan.

"Kami tidak mengatakan mengeliminasi batu bara, (tapi) subsidi-subsidi itu harus pergi," kata Kerry pada diplomat lainnya.  

Kerry mengatakan 'definisi kegilaan' adalah menggunakan triliunan dolar untuk mensubsidi bahan bakar fosil di seluruh dunia. "Kami mengizinkan untuk memberikan makan setiap masalah yang kami coba selesaikan di sini, itu tidak masuk akal," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement