Ahad 14 Nov 2021 14:27 WIB

Krisis Politik Membuat Ekonomi Myanmar Carut Marut

Kudeta militer telah menyebabkan perekonomian Myanmar mengalami kemunduran.

Rep: Rizki Jaramaya/ Red: Agung Sasongko
Biksu Buddha yang mengenakan masker menerima makanan dari umat saat mereka mengumpulkan sedekah pagi Kamis, 15 Juli 2021, di Yangon, Myanmar.
Foto:

Sebelum kudeta militer, pemerintahan sipil yang digulingkan telah membuat kemajuan ekonomi Myanmar meskipun berjalan lambat. Setelah puluhan tahun terisolasi di bawah rezim militer pada masa lalu, perekonomian Myanmar lambat laun mulai membaik. Ekspor Myanmar melonjak, serta banyak investor asing mendirikan pabrik garmen dan barang-barang manufaktur ringan lainnya. 

Myanmar menawarkan tenaga kerja usia muda dengan biaya rendah untuk menarik investasi. Selain itu, bisnis swasta bermunculan, sehingga menciptakan lapangan kerja dan memenuhi permintaan yang telah lama hilang seperti ponsel dan mobil. Namun sejak kudeta, perdagangan pasar gelap di Myanmar semakin menggeliat sehingga menyebabkan penimbunan dolar AS.

“Sekarang kebanyakan orang kehilangan kepercayaan pada mata uang Myanmar dan membeli dolar, sehingga harga melonjak,” kata Ketua Asosiasi Produsen dan Distributor Mobil Myanmar, Soe Tun. 

Soe Tun mengatakan, perdagangan telah terhambat oleh kekurangan pasokan  dan melonjaknya biaya. Total perdagangan Myanmar turun 22 persen dari tahun sebelumnya dalam 10 bulan dari Oktober 2020 hingga Juli 2021.

Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengatakan, Myanmar mencatat defisit perdagangan sebesar 368 juta dolar AS.

Semakin sedikit ekspor Myanmar, maka pendapatan dalam mata uang asing terutama dolar makin menurun. Hal ini membuat greenback atau uang kertas dolar AS semakin langka dan berharga dibandingkan kyat.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement