Kamis 18 Nov 2021 09:42 WIB

Lawan Junta, Banyak Siswa dan Guru Myanmar Boikot Sekolah

Memboikot sekolah dinilai sebagai cara yang ampuh untuk memprotes militer.

Rep: Rizky Jaramaya/Kamran/ Red: Teguh Firmansyah
Para siswa tiba di sekolah dasar Min Gan pada hari pertama tahun ajaran baru, di Sittwe, Negara Bagian Rakhine, Myanmar, 01 Juni 2021.
Foto:

Setelah pembukaan kembali sekolah pada 1 November, guru yang memilih untuk tetap mengajar dan tidak mengikuti aksi boikot, telah menjadi sasaran oleh kelompok non-militer yang ekstrem.  Pekan lalu, seorang kepala sekolah di Mandalay ditembak mati saat berada di rumah. Sementara pada 5 November seorang guru dari Yangon tewas saat di dalam taksi saat perjalanan ke sekolah.

Beberapa serangan telah diklaim oleh kelompok bersenjata yang menggunakan kekerasan, untuk mencegah dukungan bagi militer.  Serangan 5 November diklaim oleh kelompok berbasis di Yangon bernama Angkatan Pertahanan Generasi Z. Mereka menuduh bahwa guru tersebut telah mengancam siswa dan memberi informasi militer, sehingga perlu dihentikan.

Militer juga berkontribusi pada ketakutan seputar keamanan di sekolah. Mereka pernah menyerang guru dan siswa yang terlibat dalam CDM. Selain itu, kehadiran tentara bersenjata di sekeliling sekolah dan di ruang kelas, menimbulkan ketakutan bagi siswa dan guru. Pada Mei, lebih dari 100 sekolah diserang oleh pasukan keamanan.

Selama akhir pekan, dua guru sekolah menengah dari Mandalay, yang menolak bekerja di bawah militer, dipukuli dan ditangkap karena mendukung gerakan pemogokan. Sejauh ini, hanya sekolah tingkat dasar dan menengah saja yang telah dibuka.

Sementara, perguruan tinggi akan dibuka pada Desember. Namun para mahasiswa perguruan tinggi berencana melakukan aksi mogok ketika universitas kembali dibuka.

“Saya sudah memutuskan ketika mereka membuka universitas, saya tidak akan hadir,” kata Way Yan Pyo, sekretaris Serikat Mahasiswa Sagaing, yang baru belajar beberapa minggu saat kudeta terjadi.

 “Saya tidak ingin lulus dalam sistem militer, terutama yang tidak diakui secara internasional.  Saya lebih suka menunggu sampai mereka mengubah kurikulum tetapi saya tidak berpikir mereka akan mengubahnya dalam waktu dekat," kata Way Yan Po.

Negara bagian Sagaing di barat laut Myanmar telah menjadi salah satu pusat kekerasan antara militer dan kelompok perlawanan. Banyak anak muda terjebak dalam baku tembak.  Untuk melindungi diri mereka sendiri, serta untuk melawan para jenderal, Way Yan Pyo dan banyak teman-teman sekelasnya telah bergabung dengan gerakan perlawanan, serta mengangkat senjata untuk berperang.

Dakwaan Suu Kyi

Sementara itu, pemimpin de facto Myanmar yang dikudeta militer Februari lalu, Aung San Suu Kyi, didakwa melakukan kecurangan pemilu. Sebelumnya, Suu Kyi sudah dijerat dengan setidaknya tujuh dakwaan lain. “(Suu Kyi melakukan) penipuan pemilu dan tindakan melanggar hukum,” kata surat kabar pemerintah Global New Light of Myanmar, pada Selasa (16/11). Dalam laporannya tak disebutkan kapan proses peradilan terhadap Suu Kyi terkait kasus tersebut akan disidangkan.

Pada pemilu November 2020 lalu, partai pimpinan Suu Kyi, yakni National League for Democracy (NLD) menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi di parlemen. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.

Para pengamat internasional mengatakan, pemilu di Myanmar, sebagian besar berlangsung bebas dan adil. Namun militer menuding partai Suu Kyi melakukan kecurangan. Hal itu menjadi landasan mereka melakukan kudeta terhadap pemerintahannya pada Februari lalu.

Tak hanya Suu Kyi, militer turut menangkap Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah tokoh senior NLD lainnya. Setelah itu, junta menjerat Suu Kyi dengan sejumlah dakwaan, mulai dari kepemilikan walkie-talkie ilegal, melakukan korupsi, menghasut, dan pelanggaran pembatasan Covid-19. Dia dapat dipenjara puluhan tahun jika terbukti bersalah.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement