Rabu 15 Dec 2021 16:05 WIB

Cerita Pilunya Rakyat Korut Berjuang Menghadapi Kekurangan Pangan

Memasuki musim dingin kekurangan pangan makin dirasakan rakyat Korut

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Seorang karyawan Toko Umum Bahan Makanan Kyonghung mendisinfeksi ruang pamer di Pyongyang, Korea Utara, Rabu, 10 November 2021. Memasuki musim dingin kekurangan pangan makin dirasakan rakyat Korut.
Foto:

Pada Juni tahun ini, Kim menyebut situasi pangan negaranya mengalami ketegangan. Pada akhir Oktober, Kim mengumumkan rencana untuk membiakkan angsa hitam sebagai cara untuk menebus sektor pertanian yang tidak efisien dan kekurangan makanan.

Dia mengatakan, dagingnya lezat dan memiliki nilai obat. Seorang pejabat senior Partai Buruh Korea memimpin upacara pembukaan pusat angsa hitam di sebuah peternakan bebek.

Angsa tidak dikenal sebagai makanan lezat tertentu. Beberapa analis mengatakan, upaya semacam itu adalah solusi picik yang sedang dicoba menggantikan perbaikan sistemik pada ekonomi.

Korut memiliki sejarah dalam mempromosikan hewan eksotis sebagai solusi makanan yang inovatif. Peternakan burung unta dibangun setelah kelaparan yang mematikan pada 1990-an, sebuah cobaan berat yang dikenal sebagai "pawai yang sulit".

Menurut pejabat intelijen Korea Selatan, tingkat perdagangan yang rendah telah bertahan lama dan ada beberapa tanda Korut mengambil langkah untuk melanjutkan perdagangan darat dengan China. Selama beberapa dekade, Beijing telah menjadi jalur kehidupan ekonomi bagi Korut.

Menurut laporan triwulanan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB yang dikeluarkan pada 2 Desember, Korut mengimpor sekitar satu juta ton biji-bijian, gandum, dan beras pada tahun lalu untuk melengkapi produksinya. Rakyat Korut diketahui mengembangkan cara mereka sendiri untuk bertahan dalam masa-masa sulit yang lama setelah kelaparan 1990-an.

Sejak itu, pasar lokal yang disebut "jangmadang" telah dibuka dan beroperasi di bawah pengawasan negara. Warga diizinkan untuk menjual dan memperdagangkan barang dan makanan.

Namun, kekurangan impor dan pasokan pada gilirannya membatasi ketersediaan makanan dan kebutuhan lain seperti obat-obatan dan baterai di pasar. Pendiri layanan berita yang berbasis di Jepang, Asia Press Rimjingang yang memiliki informan di dalam Korut, Jiro Ishimaru, mengatakan, penduduk perkotaan Korut bergantung pada pasar dan telah terkena dampak lebih buruk oleh penguncian daripada penduduk di daerah perdesaan yang dapat bertani makanan mereka sendiri dan menjual dan menukar produk pertanian.

"Mereka yang mengalami masa paling sulit dan sekarat karena kelaparan mati karena tidak punya uang, bukan karena tidak ada padi yang tumbuh di dalam negeri," kata Ishimaru.

Spesialis ekonomi Korut yang berbasis di Seoul, Peter Ward, mengatakan blokade perdagangan kemungkinan juga telah menyebabkan inflasi harga di pasar dan kekurangan mata uang domestik dan asing untuk membeli barang.

Kurangnya akses ke obat-obatan di pasar telah mempersulit pengobatan pneumonia dan penyakit cuaca dingin lainnya saat musim dingin mendekat. Menurut Ishimaru, kekurangan tersebut telah merugikan orang tua dan pengasuh yang kehilangan pekerjaan dan sekarang tidak dapat memberikan perawatan.

sumber : Reuters/Washington Post
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement