Selasa 21 Dec 2021 05:30 WIB

Museum Mosul Pulihkan Artefak yang Dihancurkan ISIS

Proses restorasi harta karun yang berusia 2.500 tahun ini didukung oleh ahli Prancis.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Bilal Ramadhan
Perbandingan saat museum Mosul dihancurkan ISIS dan setelah kini dibangun kembali.
Foto: google.com
Perbandingan saat museum Mosul dihancurkan ISIS dan setelah kini dibangun kembali.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Museum Mosul di Irak berupaya menghidupkan kembali karya-karyanya setelah ditinggalkan para jihadis. Proses restorasi harta karun yang berusia 2.500 tahun ini didukung para ahli Prancis.

Artefak kuno di museum hancur berkeping-keping ketika personel kelompok ISIS merebut kota utara Mosul pada 2014. Kota ini dijadikan sebagai kursi kekuasaan mereka selama tiga tahun.

Baca Juga

"Kita harus memisahkan semua fragmen. Ini seperti teka-teki, Anda mencoba untuk mengambil potongan-potongan yang menceritakan kisah yang sama," kata salah satu pekerja restorasi, Daniel Ibled, dikutip di France 24, Senin (20/12).

Ibled merupakan pekerja yang ditugaskan Museum Louvre Prancis. Sedikit demi sedikit, ia menyebut setiap pihak berupaya agar berhasil membuat ulang set lengkap.

Ketika ISIS memegang kendali pemerintahan, mereka memfilmkan diri sendiri membawa palu ke lokasi harta pra-Islam yang dianggap sesat ini. Dengan bangga, mereka merekam amukan yang dirasakan dalam sebuah video dan diunggah pada Februari 2015.

Artefak terbesar dan terberat dihancurkan demi propaganda mereka. Tetapi, potongan-potongan yang lebih kecil dijual di pasar gelap di seluruh dunia.

Bekas luka akan kehancuran yang mereka lakukan tetap ada sampai sekarang. Di lantai dasar museum, jeruji besi yang bengkok dari pondasi bangunan terlihat menyolok melalui lubang yang menganga.

Di ruangan lain, batu-batu dengan berbagai ukuran berserakan, beberapa di antaranya berukiran cakar atau sayap binatang. Lainnya, menunjukkan prasasti dalam tulisan runcing.

Fragmen terkecil, tidak lebih besar dari kepalan tangan, terlihat berbaris di atas meja. Saat ini para ahli sedang bekerja keras untuk memilah-milahnya.

Untuk saat ini, upaya para ahli difokuskan pada pengerjaan singa bersayap dari kota Nimrud, permata kerajaan Asyur, dua "lamassu" atau banteng bersayap dengan kepala manusia dan pangkalan tahta Raja Ashurnasirpal II.

Potongan-potongan ini banyak yang berasal dari milenium pertama SM, dan sedang dihidupkan kembali dengan pembiayaan dari Aliansi Internasional untuk Perlindungan Warisan Budaya di Area Konflik (ALIPH).

Di samping Louvre, upaya yang sama juga dilakukan oleh Smithsonian Institution Washington yang memberikan pelatihan bagi tim museum. Dana Monumen Dunia yang bermarkas di New York juga memberi bantuan untuk memulihkan gedung.

Pangkal singgasana raja Asyur, yang ditutupi tulisan paku, tampak hampir seperti bentuk semula. Beberapa bagian disatukan oleh karet gelang atau cincin logam kecil.

"Pangkalan tahta ini dihancurkan menjadi lebih dari 850 bagian. Kami telah memasang kembali dua pertiga dari mereka," kata pejabat museum, Choueib Firas Ibrahim.

Untuk beberapa bagian, potongan tulisan atau garis lurus membantu tim menyusunnya seperti jigsaw raksasa. Mereka berupaya membaca prasasti yang ada untuk membantu mengembalikan potongan-potongan itu ke tempatnya.

Potongan lain tanpa permukaan datar atau prasasti membuat mereka hampir tidak bisa dibedakan dan lebih rumit. Satu tahun setelah pasukan Irak merebut kembali Mosul pada 2017, museum menerima hibah mendesak dalam upaya untuk mengembalikannya ke kejayaannya.

Setelah tertunda karena pandemi Covid-19, Direktur Museum Zaid Ghazi Saadallah mengatakan dia berharap pekerjaan restorasi akan selesai dalam waktu lima tahun.

Meski demikian, mereka memperkirakan akan ada banyak celah dalam artefak-artefak ini, mengingat sebagian besar potongan telah dihancurkan bahkan dijarah.

Irak mengalami penderitaan selama beberapa dekade dari penjarahan barang antiknya, terutama setelah invasi pimpinan AS pada 2003, serta selama pengambilalihan ISIS. Tetapi, pemerintah saat ini mengatakan telah menjadikan repatriasi artefak sebagai prioritas.

Direktur Departemen Barang Antik Timur Dekat Louvre, Ariane Thomas, mengatakan Louvre telah menugaskan 20 orang untuk membantu upaya restorasi ini.

Setelah tiga misi tahun ini, tujuh ahli Prancis akan bergiliran mengunjungi Irak untuk membantu memandu proses restorasi, yang dilakukan dengan sekitar 10 karyawan museum. Setelah pekerjaan restorasi selesai, sebuah pameran daring akan diadakan untuk mengungkap karya tersebut.

"Ketika kami mengatakan dengan waktu, uang dan pengetahuan, kami dapat menghidupkan kembali pekerjaan yang paling rusak sekalipun, ini membuktikannya. Pekerjaan yang benar-benar hancur sudah mulai terbentuk sekali lagi," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement